URGENSI KEPEKAAN bagi MAHASANTRI
Mahasantri
tentunya berbeda dengan santri. Pengalaman-pengalaman baru yang didapatkan
mahasantri akan membentuk karakter sebagai generasi cerdas. Selain dalam bidang
keilmuan, mahasantri juga akan dilatih untuk mengabdikan ilmu dan pengalaman
tersebut kepada masyarakat. Lamanya pendidikan yang ditempuh mahasantri dan
ilmu yang lebih menjadikan masyarakat menganggap mahasantri memiliki pandangan
yang lebih luas daripada santri sehingga dapat mengentas umat dari keterpurukan
iman dan moral.
Sebelum
mengambah kepekaan sosial dalam masyarakat, mahasantri diharapkan mampu untuk
menerapkan kepekaan sosial dalam lingkungan sendiri. Karena kehidupan asrama
yang unik mengajarkan mahasantri untuk beralkuturasi dengan budaya dan
kebiasaan baru.
Makna
Kepekaan
‘Kepekaan’
berasal dari kata ‘peka’ yang mendapat imbuhan ke-an. ‘Peka’ sendiri dalam KBBI
berarti perihal yang mudah bergerak. Separti timbangan, neraca dan
lain-lain. Sedangkan ‘kepekaan’ memiliki arti kesanggupan bereaksi terhadap
suatu keadaan. Kepekaan memiliki beberapa sinonim, di antaranya:
kerentanan, liabilitas, sensibilitas, dan sensitivitas.
Sedangkan
kepekaan sosial (social sensitivity) yaitu kondisi di mana seseorang
akan mudah bereaksi terhadap masalah-masalah sosial, akan tumbuh setelah adanya
kesadaran sosial (social awareness) atau kemampuan untuk memahami (informed
about) dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek sosial dalam
kemasyarakatan. Demikian sekilas tentang definisi kepekaan.
Islam
dan Kepekaan Sosial
Mahasantri
yang notabene memiliki ilmu agama lebih banyak, dituntut untuk dapat
merealisasikan ilmunya. Jika ilmu telah terealisasikan, maka pancaran iman dari
dirinya akan berdampak pada kontribusi sosial yang dapat dikategorikan sebagai da’wah
bin nafsie.
Rasulullah
r bersabda,
عَنْ أَبِيْ ذَارِ جُنْدُبِ
بْنِ جُنَادَةَ وَ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَل رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ وَ اتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ وَ خَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
رواه الترمذي و قال: حديث حسن. و في بعد النسخ: حسن صحيح.
Dari Abu
Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman Muadz bin Jabal t .
Rasulullah r
bersabda, “Bertaqwalah kamu di manapun kamu berada, ikuti
keburukan itu dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapuskannya dan
berinteraksilah pada manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah r
mengajarkan pada kita tiga hal penting yang saling berkaitan, yaitu bertaqwa
kepada Allah U, perbaikan diri, serta
interaksi sosial yang baik. Semangat kebersamaan inilah yang seharusnya
dimiliki setiap mukmin. Kepekaan terhadap apa saja yang sedang menimpa harus
menjadi bagian kehidupannya. Jangan puas dengan urusan sendiri tanpa memperhatikan
dan mempedulikan orang lain di sekitarnya.
Meningkatkan
Kepekaan Sosial
Lingkup
ma’had merupakan sebuah tatanan masyarakat sederhana karena antara satu
mahasantri dengan yang lain memiliki kultur budaya yang berbeda dari
masing-masing daerahnya. Kepekaan sosial yang tumbuh dalam kultur budaya yang
berbeda dapat melahirkan solidaritas kolektif serta rasa senasib dan sepenanggungan.
Dengan demikian, diharapkan para mahasantri memiliki kepekaan antar sesama demi
mengentas egoisme diri.
Kepekaan
sosial akan tumbuh setelah adanya kesadaran sosial. Kesadaran sosial atau empati hanya akan
muncul bila seseorang memiliki kelembutan hati. “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-Hujurat: 10)
Rasulullah
r juga bersabda,
عَنْ
أَبِي حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِك رَضِيَ اللهُ عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ
مَا يُحِبَّ لِنَفْسِهِ. رواه البخاري و مسلم.
Dari
Abu Hamzah Anas bin Malik t khodim Rasulullah r berkata, ''Rasulullah bersabda, tidak beriman seseorang kalau
tidak mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri.'' (HR. Bukhori
dan Muslim)
Setelah
itu diperlukan upaya untuk merealisasikannya. Misalnya saja dengan itsar.
Itsar mampu membasmi virus permusuhan, su’udzon, dan egoisme diri
dengan izin Allah.
Allah
U memuji kaum Anshor karena sifat itsar mereka dalan
firmanNya,“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Sikap husnudzon dan mudah memaafkan juga perlu dipupuk. Jika
saudara kita melakukan suatu kesalahan, jangan serta merta menganggapnya
sengaja berbuat. Segera maafkan ia sebelum ia memintanya. Mungkin saja ia lalai
atau ada alasan lain yang membuatnya berbuat demikian. Cobalah melihat suatu
permasalahan dari sudut pandang orang lain. Cobalah untuk ikut merasakan apa
yang ia rasakan. Abaikan perbedaan yang ada,
karena perbedaan adalah suatu keniscayaan untuk saling melengkapi.
Karena tema pembahasan kepekaan sangat luas dan mencakup berbagai
aspek. Hal-hal yang dipaparkan di atas hanyalah sebagai pengingat saja. Semoga
peringatan ini bermanfaat kita.
Rasulullah
saw bersabda, "Barangsiapa yang tidak peduli dengan nasib urusan kaum
muslimin maka ia tidak termasuk golongan kaum muslimin," (HR Thabrani).
0 komentar:
Posting Komentar