Minggu, 13 November 2016

HUKUM MAKAN SAHUR KETIKA ADZAN SHUBUH BERKUMANDANG



Sahur adalah makan pada dini hari bagi orang-orang yang akan menjalankan ibadah puasa. Hukum sahur adalah sunnah berdasarkan hadits riwayat Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ. رواه البخاري و مسلم.
"Sahurlah kalian karena sesungguhnya dalam sahur terdapat barakah." (H. R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi  mendorong kita untuk tidak meninggalkan makan sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Abu Sa'id al-Khudri  meriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda,
اَلسّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوْهُ وَ لَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ. رواه أحمد.
"Makan sahur adalah barakah, maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang dari kalian hanya minum seteguk air." (H.R. Ahmad)
Mengenai waktu sahur, maka yang paling utama adalah dengan mengakhirkan waktunya hingga mendekati terbit fajar. Mengakhirkan waktu sahur ini juga merupakan sunnah Rasulullah  sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik  dari Zaid bin Tsabit . Beliau t berkata,
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ. قُلْتُ: كَمْ كَاَنَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: خَمْسِيْنَ أَيَةً. متفق عليه.
"Kami makan sahur bersama Rasulullah , kemudian (setelah makan sahur) kami berdiri untuk melaksankan shalat." Aku (Anas bin Malik ) berkata, ‘Berapa perkiraan waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?' Zaid bin Tsabit  berkata, "Lima puluh ayat." (Muttafaqun 'Alaih)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah  dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa bacaan 50 ayat itu adalah bacaan yang sedang-sedang saja, tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek. Cara membacanya juga tidak terlalu cepat dan tidak teralalu lambat. Bila kita sebutkan dengan catatan waktu maka kira-kira jarak antara keduanya 10-15 menit.
Adapun batas akhir waktu sahur adalah ketika masuknya waktu shubuh sebagaimana firman Allah ,
وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ. سورة البقرة: ١٨٧.
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (Q.S. Al-Baqarah: 187)
Batas akhir waktu sahur juga merupakan batas awal pelaksanaan ibadah puasa. Dalam hadits riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma disebutkan bahwa,
إِنَّ بِلَالَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى يُنَادِيَ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُوْم. متفق عليه.
"Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan." (Muttafaqun 'Alaih)
Hadits di atas secara tekstual menunjukkan bahwa ibadah puasa dimulai sejak adzan Shubuh berkumandang, namun dalam hadits lain Rasulullah  menyebutkan bahwa makan dan minum masih diperbolehkan ketika adzan Shubuh berkumandang. Rasulullah  bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَ الْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهٌ حَتَّى يَقْضِيْ حَاجَتَهُ مِنْهُ. رواه أبو داود.
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan sendok masih ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga hajatnya selesai.” (H.R. Abu Daud)
Hadits di atas seakan-akan bertentangan dengan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah Ta’ala membolehkan makan sampai terbitnya fajar shubuh saja, tidak boleh lagi setelah itu. Lantas bagaimanakah cara memahami hadits di atas?
Yang berlaku di sini adalah kaidah,
اَلْيَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالشَّكِّ.
“Keyakinan itu tidak akan hilang dengan adanya keragu-raguan.”
Jika ia ragu sudah masuk waktu Shubuh atau belum, maka pada dasarnya waktu itu masih malam sehingga ia diperbolehkan makan sampai ia yakin sudah masuk waktu Shubuh.  Sebaliknya, ketika ia yakin bahwa waktu Shubuh sudah masuk dan ia tetap melanjutkan makan, maka puasanya batal. Ia wajib untuk mengqadha’ puasanya di lain hari karena ia makan di waktu yang dilarang, kecuali jika diketahui muadzin biasa adzan sebelum masuk waktu Shubuh, maka ia tetap diperbolehkan makan sampai ia yakin terbitnya fajar. Wallahu A’lam bish Shawab.
Referensi:
Al-Wajîz fî al-Fiqh al-Islâmî, Dr. Wahbah az-Zuhaili
Al-Wajîz fî Îdhâhi Qawâ’id al-Fiqh al-Kuliyah, Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Najma Mujaddid
Blogger Theme by BloggerThemes | Theme designed by Jakothan Sponsored by Internet Entrepreneur