Abdullah bin Umar Radhiyallahu
'Anhuma berkata, "Ciuman laki-laki terhadap istrinya dan rabaannya
termasuk al-mulâmasah (sentuhan)."
Jadi, menurut pendapat di atas, setiap
laki-laki yang menyentuh perempuan, baik istri, budak, atau perempuan ajnabi
(asing), hingga kulit si laki-laki menyentuh kulit perempuan tanpa adanya
penghalang, wudhunya menjadi batal. Baik
sentuhannya itu dengan syahwat atau tidak, sengaja maupun tidak sengaja. Ini
adalah pendapat Imam Syafi'i. Sebaliknya, jika perempuan menyentuh
laki-laki setelah berwudhu, maka wudhunya menjadi batal.
Sedangkan pendapat yang populer
dalam madzhab Imam Ahmad dan Imam Malik tentang permasalahan ini
adalah jika laki-laki menyentuh perempuan dengan syahwat maka membatalkan
wudhu. Namun tidak membatalkan wudhu bila tanpa syahwat. Ini adalah pendapat
'Alqamah, Abu Ubaidah, An-Nakha'I, Hakam, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ishaq, dan
Asy-Sya'bi.
Sentuhan tanpa syahwat tidak
membatalkan wudhu sebab Nabi r pernah menyentuh istri beliau dalam
shalat dan istri beliau pun menyentuh beliau. Seandainya sentuhan itu
membatalkan wudhu pastilah beliau tidak akan melanjutkan shalat. Aisyah Radhiyallahu
'Anha berkata, "Rasulullah r pernah shalat, sementara aku
berbaring di hadapan beliau seperti berbaringnya mayit. Apabila beliau ingin
sujud, beliau sentuh aku dengan tangan, maka aku menekuk kakiku." (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Madzhab Abu Hanifah berbeda
lagi. Dalam madzhab Hanafiyah menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu sama sekali.
Perselisihan dalam permasalahan ini
bersumber dari perbedaan penafsiran lafadz "Aw lâmastumun-nisâ'"
pada Surat An-Nisa' ayat 6 dan 43. Ada
yang mengartikan mulâmasah sebagai jima'
dan ada juga yang memaknainya dengan sentuhan tangan. Madzhab lain
mengatakan bahwa lafadz tersebut umum tetapi maksudnya adalah khusus sehingga
mereka mensyaratkan syahwat untuk sentuhan yang membatalkan wudhu. Yang lain
mengatakan lafadz ini umum dan selamanya bermakna umum, jadi mereka berpemdapat
bahwa menyentuh perempuan, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat, tidak
membatalkan wudhu.
Menurut Ibnu Rusyd Rahimahullah makna
yang paling dekat dengan mulâmasah adalah jima' sebab lafadz al-lams dan
al-mubâsyarah sering digunakan dalam al-Qur'an sebagai kinayah untuk
jima'. Jadi, sekedar menyentuh perempuan setelah berwudhu tidak membatalkan
wudhu. Wallahu A'lam.
Referensi
Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul
Muqtashid, Ibnu Rusyd.
Al-Mughni, Ibnu Qudamah.
Al-Umm, Imam Syafi'i.
0 komentar:
Posting Komentar