I.
Pendahuluan
Sejarah hukum Islam dibagi menjadi
beberapa periode. Pada periode kedua, terjadi suatu peristiwa yang membawa
pengaruh besar terhadap perkembangan fiqih, yaitu tahkîm. Setelah adanya tahkîm, kaum muslimin terpecah dalam 3 golongan; Syi'ah, Khawarij, dan Jama'ah
(Jumhur Muslimin). Perpecahan ini, selain berpengaruh pada politik negara juga
memiliki pengaruh pada perkembangan fiqih.
Apa
sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa tahkîm? Bagaimana bisa tahkîm memiliki pengaruh besar dalam perkembangan fiqih? Apakah ada kolerasi
antara tahkîm dengan perkembangan fiqih Islam?
II.
Pengaruh Tahkîm Terhadap Perkembangan Fiqih
A.
Latar Belakang
Terjadinya Tahkîm
Peristiwa tahkîm tidak berdiri dengan
sendirinya, dendam lama pengikut Abdullah bin Saba' terhadap Mu'awiyah t adalah factor
yang cukup menentukan. Gerakan makar yang dilakukan Abdullah bin Saba' beserta
pendukungnya sudah terjadi sejak zaman Khalifah Utsman t. Gerakan khas
yang mereka lakukan adalah menjelek-jelekkan citra pejabat negara dan
menyebarkannya di tengah-tengah rakyat hingga rakyat tidak menyukai pemimpin
mereka.
'Amr bin 'Ash t sebagai gubernur
Mesir menjadi sasaran pertama. 'Amr bin 'Ash t berhasil
diturunkan dari jabatannya berkat protes penduduk Mesir. Selanjutnya,
"kelompok Mesir" mengajak para pendukungnya yang sudah tersebar di
Syam, Kufah, dan Bashrah untuk melawan gubernur mereka. Sa'id bin 'Ash sebagi
gubernur Kufah berhasil ditumbangkan. Setelahnya mereka bergeser ke Syam,
sayangnya mereka tidak dapat menggulingkan Mu'awiyah t dari tampuk
kepemimpinannya.
Mu'awiyah tyang menjabat
sebagai gubernur Syam sajak masa Umar bin Khathab t terjaga dari
gerakan "makar Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba')" disebabkan
adanya beberapa factor pendukung. Di wilayah itu tinggal banyak shahabat
Rasulullah r, dengan demikian
penduduk Syam memperoleh pemahaman Islam yang baik sehingga tidak mudah
terhasut oleh hasutan Saba'iyah. Selain itu, kedekatan Mu'awiyah t dengan rakyat
Syam juga mempersulit gerakan makar ini. Apalagi Utsman t telah berpesan
pada Mu'awiyah t, "Akan
datang sekelompok penduduk Kufah kepadamu. Mereka akan membuat fitnah, maka
hadapilah! Jika mereka berbuat baik padamu terimalah, tetapi jika mereka
melemahkanmu kembalikan ke Kufah!" Tarikh Ath-Thabari (5/138).
Upaya mereka untuk menjatuhkan Mu'awiyah t tidak mampu mereka laksanakan
walaupun selanjutnya mereka berhasil membunuh Khalifah Utsman t. Setelah wafatnya Utsman t, kelompok inilah yang
pertama-tama membai'at 'Ali bin Abi Thalib t. Rupanya, kesegeraan mereka ini memiliki
misi tersembunyi yang perlahan-lahan tersingkap setelah munculnya berbagai
peristiwa yang berkenaan dengan shahabat 'Ali bin Abi Thalib t dan Mu'awiyah t.
B.
Berkecamuknya
Perang Shiffin
Sebenarnya tidak ada perselisihan antara 'Ali
bin Abi Thalib t dan Mu'awiyah t. Perselisihan sebenarnya ada
antara pengikut Abdullah bin Saba' dan Mu'awiyah t. Mu'awiyah t amat getol menyerukan dilaksanakannya hukum
had pada mereka atas terbunuhnya Utsman t, sebab Mu'awiyah t berhasil membuka kedok kelompok
pembuat makar tersebut.
Ada pihak yang menilai perang Shiffin terjadi
karena perebutan kekuasaan. Sayang sekali pandangan ini tidak memiliki dasar
kuat. Penduduk Syam bukannya tidak mau berbai'at, hanyasaja mereka menuntut had
atas pelaku pembunuhan Utsman t. Tuntutan penduduk Syam ini mengancam
eksistensi Saba'iyah hingga mereka mendesak 'Ali t untuk melawan Mu'awiyah t.
Saat itu 'Ali t pun melihat bahwa pelaksanaan had tidak bisa
dilakukan kecuali setelah bai'at terselesaikan. Apalagi pelakunya berkeliaran
di sekitar beliau dan jumlah mereka pun banyak. Ini semakin menyulitkan posisi
beliau.
'Ali t dan Mu'awiyah t sebenarnya sama-sama menghindari pertumpahan
darah. Hal ini bisa dilihat dengan bagaimana usaha mereka berunding dan usaha
penduduk Kufah menghalangi jalannya pasukan Khalifah menuju Syam. Sikap 'Ali t yang lemah lembut terhadap mereka
yang menghalangi pasukan menunjukkan bahwa tujuan utamanya adalah melakukan ishlâh.
Telah jelas bahwa kedua belah pihak tidak
berselisih mengenai jabatan kekhalifahan dan keduanya juga tidak bermaksud
saling menyerang, kecuali bahwa Saba'iyah yang berada di pasukan 'Ali t selalu menginginkan adanya
konflik antara 'Ali t dan Mu'awiyah t dan pasukan Mu'awiyah t tetap berdiri tegak guna melawan
pengikut Abdullah bin Saba' yang berada dalam pasukan 'Ali t hingga akhirnya perang tak dapat
dihindarkan.
C.
Terjadinya
Peristiwa Tahkîm
Dalam perang Shifin inilah tahkîm terjadi.
Ketika itu pasukan Mu'awiyah t mengangkat mushaf tinggi-tinggi
dengan pedang untuk mengajak 'Ali t beserta pasukannya kembali pada
Kitab Allah U
dan berhukum padanya. Tahkîm adalah
penunjukkan dua pihak yang berselisih terhadap seorang yang adil dengan tujuan
agar memberi keputusan terhadap dua pihak tersebut. Dalam pertempuaran Shiffin,
kedua belah pihak telah sepakat memilih Abu Musa Al-Asy'ari t untuk menjadi
penengah, sesuai dengan yang ditulis Ibnu Hibban Rahimahullah dalam
Ats-Tsiqat (2/ 293).
Dengan adanya tahkîm, tidak ada lagi peperangan antara
Syam dan Iraq. Konflik bergeser antara Khalifah 'Ali t dengan kaum Khawarij yang semula
mendukung 'Ali t. Mereka mengatakan bahwa 'Ali t
dan sahabat-sahabat beliau yang menerima perjanjian telah kafir. Karena mereka
menyelisihi perintah Allah U dalam firman-Nya,
"Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian
itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku
adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat." (Q.S. Al-Hujurat: 9-10)
Permasalahan khawarij ini semakin
membesar. Dalam golongan mereka ada yang diperintahkan untuk membunuh tiga
orang yang mereka anggap sebagai penyebar keburukan di muka bumi, mereka
adalah: 'Ali bin Abi Thalib t, Mu'awiyah t,
dan 'Amr bin Al-'Ash t.
Rencana pembunuhan mereka tidak ada yang berhasil kecuali rencana pembunuhan
yang diusung oleh Abdur Rahman bin Muljim. Ia membunuh 'Ali bin Abi Thalib t di
masjid Ghailah. Untuk selanjutnya, urusan kaum Muslimin dipegang oleh Mu'awiyah
bin Abu Sufyan t.
Dengan ini berakhirlah masa pemerintahan al-khulafâ' ar-râsyidîn.
D.
Pengaruh Tahkîm
Terhadap Perkembangan Fiqih
Dengan berakhirnya masa
pemerintahan al-khulafâ ar-râsyidîn, kaum Muslimin telah terpecah
menjadi tiga golongan.
Pertama: Jumhur Muslimin, mereka
adalah orang-orang yang ridha terhadap pemerintahan Mu'awiyah t.
Kedua: Syi'ah, mereka adalah
golongan yang mendukung 'Ali t dan mencintainya secara
berlebihan.
Ketiga: Khawarij, mereka adalah
kelompok yang mencela 'Aly t beserta Mu'awiyah t
juga.
Ketiga kelompok ini berpengaruh
pada Fiqih Islam di masa selanjutnya.
Khawarij sangat lemah dalam
penguasaan fiqih sebab mashdar tasyri' yang mereka akui hanya al-Qur'an.
Karenanya, ada beberapa hukum Khawarij yang menyelisihi ijma' muslimin. Di
antara contoh fiqih Khawarij adalah:
1.
Tidak ada hukum rajam menurut Khawarij.
Allah U berfirman,
"Kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari
hukuman perempuan-perempuan merdeka yang bersuami."
(Q.S. An-Nisa': 25)
Rajam itu menghilangkan
nyawa dan rajam tidak dapat dibagi-bagi. Jika rajam tidak dapat dibagi,
bagaimana cara menghukum budak muhshan yang berzina dengan setengah
rajam? Jadi, hukuman bagi muhshan adalah dijilid sebagaimana firman
Allah U,
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera." (Q.S. An-Nur: 2)
2.
Orangtua tetap mendapat wasiat. Rasulullah r bersabda,
لَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ. رواه البخاري.
"Tidak ada wasiat
untuk ahli waris." (H.R. Bukhari)
Sedangkan
Allah U
berfirman,
"Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Al-Baqarah: 180)
Orangtua
termasuk ahli waris dan tidak ada seorang pun yang menghalangi keduanya dari
mewarisi. Jadi, riwayat Rasulullah r menyelisihi kitab Allah U.
3.
Seorang laki-laki boleh saja menikahi perempuan beserta dengan bibinya.
Laki-laki juga boleh menikah dengan mahram sesusunya.
Rasulullah r bersabda,
لَا تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَ لَا عَلَى
خَالَتِهَا. رواه البخاري و مسلم.
"Seorang perempuan tidak dinikahi bersamaan dengan bibi
dari pihak ayah maupun bibi dari pihak ibu." (H.R. Bukhori dan Muslim)
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ.
رواه البخاري و مسلم.
"Diharamkan bagimu (menikahi) mahram dari persusuan
sebagaimana kamu diharamkan (menikahi) mahram dari jalur nasab." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan Allah U berfirman,
Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan. (Q.S. An-Nisa': 23)
Sampai akhir ayat. Dalam ayat,
Allah U tidak melarang menikahi seorang
perempuan bersamaan dengan bibinya. Tidak diharamkan juga menikahi mahram
sesusu kecuali ibu susu dan saudara perempuan sesusu. Di ayat selanjutnya Allah
U berfirman,
"Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian." (Q.S. An-Nisa': 24)
Jadi, boleh saja menikahi seorang
perempuan beserta bibinya sekaligus. Boleh juga menikahi mahram sesusu selain
ibu susu dan saudara perempuan sesusu.
4.
Had qadzaf hanya berlaku bagi laki-laki yang menuduh perempuan
berzina sebab Allah U berfirman,
Dan
orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera. (Q.S. An-Nur: 4)
Jadi,
perempuan yang menuduh laki-laki berzina dan tidak mampu mendatangkan empat
orang saksi tidak akan mendapatkan had qadzaf.
Selain Khawarij, fiqih Syi'ah juga
berbeda dengan jumhur muslimin. Hal ini disebabkan Syi'ah hanya mengambil
hadits yang diriwayatkan ahlu bait dan imam-imam mereka. Kitab fiqih Syi'ah
yang sudah naik cetak juga banyak sekali. Berikut di antara contoh fiqih
Syi'ah:
1.
Menurut
mereka, nikah mut'ah hukumnya tetap halal sampai hari kiamat kelak. Mereka
berdalih dengan zhâhir firman Allah U,
"Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di
antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna)." (Q.S. An-Nisa': 24)
2.
Mereka
tidak memperbolehkan menikah dengan ahlu kitab berdasarkan zhâhir ayat,
"Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)
dengan perempuan-perempuan kafir." (Q.S. Al-Mumtahanah: 10)
3.
Pendapat
mereka mengenai masalah warisan banyak yang menyelisihi jumhur ulama'.
a)
Perempuan tidak mewarisi harta kecuali harta yang dapat berpindah.
Harta yang tidak dapat berpindah, seperti tanah, tidak dapat diwarisi oleh
perempuan.
b) Tidak ada 'ashabah menurut Syi'ah.
c) Anak paman kandung lebih didahulukan dari paman seayah. Pendapat ini sesuai dengan aqidah mereka dalam masalah khilafah.
d)
Para nabi juga mewarisi.
4.
Menurut
mereka thalaq tidak jatuh kecuali dengan adanya dua orang saksi. Ini
berdasarkan firman Allah U,
"Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka
rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan
itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (Q.S. Ath-Thalaq: 2)
Kelompok terakhir adalah jumhur muslimin. Mereka menempuh jalur
ilmu yang lurus serta kajian yang tepat dalam memahami agama, memahami secara
teliti ajaran syari'at berdasarkan penjelasan al-Qur'an dan as-Sunnah, serta menghindari
fitnah yang timbul pada masa akhir kepemerintahan 'Ali t.
III.
Penutup
Peristiwa tahkîm terjadi sebab adanya dendam lama pengikut
Abdullah bin Saba' terhadap Mu'awiyah. Makar mereka tampak jelas setelah serentetan peristiwa yang berkenaan
dengan shahabat 'Ali t dan
Mu'awiyah t terjadi. Setelah
adanya tahkîm,
kaum
muslimin terpecah menjadi tiga golongan.
Pertama: Jumhur Muslimin, mereka
adalah orang-orang yang ridha terhadap pemerintahan Mu'awiyah t.
Kedua: Syi'ah, mereka adalah golongan yang
mendukung 'Ali t
dan mencintainya secara berlebihan.
Ketiga:
Khawarij, mereka adalah kelompok yang mencela 'Aly t
beserta Mu'awiyah t
juga.
Dari tiga golongan ini muncul
perbedaan dalam fiqih. Syi'ah yang berlebihan dalam mencintai 'Ali t dan ahlu bait lainnya hanya mau
mengambil hadits dari kalangan ahlu bait sehingga mereka memiliki fiqih khusus.
Khawarij yang mencela kedua belah mengkafirkan hampir seluruh shahabat,
karenanya mereka hanya berpedoman dengan al-Qur'an saja. Mereka juga memiliki
fiqih khusus. Berbeda dengan kedua golongan sebelumnya, jumhur muslimin tidak
membeda-bedakan rowi dalam periwayatan hadits. Jumhur muslimin mengambil hadits
dari seluruh rowi yang tsiqah dan 'âdil, karenanya jumhur
muslimin memiliki fiqih yang berbeda dengan Khawarij dan Syi'ah. Wallahu
A'lam Bish Shawab.
al-Qaththân, Mannâ', At-Tasyrî' wa Al-Fiqh fî Al-Islâm, Mu'asasah
Ar-Risâlah.
Khalaf,
Abdul Wahab, Târikh At-Tasyrî' Al-Islâmy. Surabaya: Syirkah Bungkul
Indah.
Baharsyah,
Solehhudin, Tasyri Pada Masa Dinasti Umayyah, http://staiimamsyafii.blogdetik.com/makalah-mahasiswa/, diakses pada 28 Februari 2014 pukul
20.46.
Memandang Perang Shiffin Bukan dari Mata Pendengki, http://almanar.wordpress.com/2009/07/16/memandang-perang-shiffin-bukan-dari-mata-pendengki/, diakses pada 28 Januari 2014 pukul
8.46.
0 komentar:
Posting Komentar