Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang sempurna dan
telah mengatur berbagai macam perkara yang akan mendatangkan kebaikan bagi tiap
hambanya. Di antaranya, agama ini telah mengajarkan kepada umatnya mengenai
sunah-sunah fitrah. Sunah-sunah ini merupakan kebiasaan yang sudah dilakukan
oleh orang-orang terdahulu. Allah U tabiatkan pada manusia untuk
melakukannya, cenderung kepadanya, menganggapnya sebagai suatu hal yang indah,
dan meninggalkannya berarti telah bertolak belakang dengan fitrah manusia atau
dapat dikatakan sebagai manusia tidak normal.
Salah satu dari sunnah-sunnah fitroh yang disyari'atkan
adalah Al-Istihdad (mencukur bulu kemaluan). Menurut Prof. Dr. dr. Nukman
Moeloek, Sp. And,
rambut kemaluan yang
tidak dicukur memang berisiko sebagai tempat berkembangnya bakteri. Oleh karena itu rambut kemaluan perlu dicukur. Demikianlah agama
Islam, tiap syari'atnya mendatangkan mashlahat bagi umatnya.
Pengertian
Al-istihdad
adalah menghilangkan bulu kemaluan, dinamakan al-istihdad (berasal
dari akar kata al-hadid yang berarti sesuatu yang tajam atau besi)
karena dalam hal ini digunakan sesuatu yang tajam seperti pisau cukur. Al-Istihdad
dapat dilakukan dengan mencukur, menggunting, mencabut, atau dengan obat
penghilang bulu. Tetapi menurut Imam Nawawi yang paling afdhol adalah dengan
mencukurnya.
Ibnu
Hajar Al-'Asqolany menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-istihdad adalah
menghilangkan rambut. Dinamakan al-istihdad karena biasanya seseorang
menghilangkang rambut menggunakan sesuatu yang tajam, tetapi sebenarnya tidak
ada larangan untuk menggunakan alat lain.
Sedangkan
menurut Ali, yang diriwayatkan dari Abu 'Ubaid, al-istihdad adalah
menghilangkan bulu kemaluan dengan cara mencukurnya. Ali mendefinisikan al-istihdad
dengan mencukur saja karena dahulu belum dikenal obat penghilang bulu.
Sedangkan makna al-'anaah menurut Imam Nawawi adalah
rambut di atas kemaluan laki-laki dan sekitarnya. Begitu juga dengan rambut
disekitar kemaluan wanita, baik yang perawan maupun yang janda.
Abu Abbas bin Suraij menambahkan bahwa rambut yang tumbuh di sekitar lingkar
dubur. Dari pengertian ini Imam Nawawi menyimpulkan bahwa yang disyari'atkan
adalah mencukur seluruh rambut di sekitar qubul dan dubur.
Menurut Imam Asy-Syaukany, jika al-istihdad didefinisikan
sebagai halqu al-'anaah sebagaimana pendapat Imam Nawawi, maka tidak ada
dalil atas sunnahnya mencukur rambut yang tumbuh disekitar dubur. Tetapi bila
yang diperselisihkan adalah makna al-hadid sebagaimana dalam kamus maka
makna al-istihdad akan lebih dari luas mencukur bulu kemaluan. Sayangnya,
dalam hadits riwayat Muslim lafadz al-istihdad berganti dengan halqu
al-'anaah. Sehingga hanya ada satu dalil bagi kesunnahan mencukur rambut
yang tumbuh di sekitar dubur. Selain itu Imam Asy-Syaukany juga tidak
mendapatkan bahwa mencukur rambut yang tumbuh di sekitar dubur termasuk dari
perbuatan Nabi r atau pun salah satu sahabatnya.
Hukum dan Dalil Disyari'atkannya
Menurut kebanyakan ulama', hukum mencukur bulu kemaluan adalah
sunnah
berdasarkan sabda Rasulullah r,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : خَمْسٌ مِنَ الفِطْرَةِ ، الاِسْتِحْدَادُ ،
وَالخِتَانُ ، وَقَصُّ الشَّارِبِ ، وَنَتْفُ الإِبْطِ ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ.
رواه متفق عليه
Dari Abu Hurairah t, Rasulullah r bersabda, “Lima
hal yang termasuk sunnah fitrah: Mencukur bulu kemaluan, berkhitan, memendekkan
kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (Muttafaqun Alaih)
عَنْ عَائِشَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ ، قَصُّ الشَّارِبِ ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ ،
وَالسِّوَاكُ ، وَالاِسْتِنْشَاقُ ، وَقَصُّ الأَظْفَارِ ، وَغَسْلُ البَرَاجِمِ ،
وَنَتْفُ الإِبِطِ ، وَحَلْقُ العَانَةِ ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ زَكَرِيَّا
: قَالَ مُصْعَبٌ : وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ ، إِلاَّ أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ. رواه مسلم و أحمد و
أصحاب السنن الأربعة
Dari
A’isyah t, bahwa Nabi r bersabda, “Ada sepuluh hal dari
fitrah (manusia); Memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq
(menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, dan istinjak (cebok) dengan air. Zakariyya berkata, "Mush'ab
berkata, 'Aku lupa yang kesepuluh, mungkin berkumur-kumur.' " (H.R.
Muslim, Ahmad, dan Ashab As-Sunan)
Imam Nawawi dan yang lainnya
menyatakan, "Disunnahkan untuk menghilangkan al-'anaah dengan
mencukurnya menggunakan silet atau pisau cukur baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Karena hukum asalnya hanya menghilangkan, maka diperbolehkan
untuk menggunakan alat apa pun."
Menurut Syafi'iyyah dan Malikiyyah, hukum
mencukur al-'anaah bagi perempuan dapat menjadi wajib jika suami memintanya.
Cara
dan Adab Al-Istihdad
Imam As-Syaukany membawakan
perkataan Imam Nawawi bahwa al-istihdad dapat dilakukan dengan mencukur,
menggunting, mencabut, dan menggunakan obat perontok. Tetapi yang paling afdhol
adalah mencukurnya sesuai dengan matan hadits.
Para fuqoha' memiliki pendapat yang
berbeda-beda dalam menentukan cara al-istihdad. Hanafiyyah berpendapat
bahwa disunnahkan mencukurnya bagi laki-laki dan mencabutnya bagi wanita.
Sedangkan Malikiyyah memakruhkan mencabut al-'anaah bagi wanita karena
termasuk tanammus (mencabut) yang dilarang. Sebagian Syafi'iyyah juga
berpendapat seperti ini. Tetapi sebagian besar Syafi'iyyah menyatakan bahwa
mencabut diperuntukkan bagi pemudi, dan mencukurnya bagi yang sudah tua.
Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibnul 'Araby. Terakhir, Hanafiyyah
memperbolehkan al-istihdad dengan cara apa pun, tetapi yang paling
afdhol adalah mencukurnya.
Mengenai
adabnya, disunnahkan memulai halqu al-'anaah dari bawah pusar, kemudian
bagian yang kanan baru selanjutnya bagian kiri. Disunnahkan pula untuk bersatir
ketika al-istihdad dan tidak diperbolehkan membuang rambutnya di kamar
mandi atau ke air. Menurut Imam Nawawi, rambut yang telah dicukur hendaknya dikuburkan karena termasuk bagian dari manusia seperti rambut
kepala dan kuku. Demikian pula yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar.
Hal
ini berdasarkan atsar dari Ibnu Umar t.
Imam Ahmad pernah ditanya, "Bagaimana bila seseorang mencukur rambutnya?
Apakah nanti rambutnya dibuang atau dikubur?" Beliau menjawab,
"Dikubur, karena Ibnu Umar t
menguburnya."
Sebagian ulama menganjurkan agar seseorang
menguburkan rambut, kuku, atau gigi yang sudah tanggal. Mereka menyebutkan atsar
Ibnu Umar
t
berkenaan dengan hal itu. Tidak dapat disangkal lagi tentunya bahwa perbuatan
seorang sahabat lebih utama untuk diikuti ketimbang perbuatan orang selainnya.
Disunnahkan
untuk tayammun (mendahulukan yang kanan) dalam al-istihdad berdasarkan
hadits berikut,
عنْ
عائشةَ رَضِيَ اللَّهُ عنهَا قَالتْ: كانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ
التَّيَمُّنُ في تَنَعُّلِهِ،
وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفي شَأْنِهِ كُلِّهِ.
رواه البخاري و مسلم
'Aisyah t
berkata, "Rasulullah r
menyukai tayammun (mendahulukan yang kanan) dalam memakai
sandal, menyisir rambut, dan ketika bersuci serta pada setiap perkara." (H.R.
Bukhori dan Muslim)
Waktu
Al-Istihdad
Disunnahkan
untuk istihdad, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan kumis setiap
minggu demi menjaga kebersihan dan kenyamanan. Diperbolehkan untuk
menangguhkannya hingga 40 hari, tetapi setelah itu tidak ada udzur lagi. Berdasarkan
hadits Anas bin Malik t,
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقلِيمِ
الأَظفَارِ ونَتفِ الإِبطِ وحَلقِ العَانَةِ أَن لَا نَترُكُ أَكثَرَ مِن أَربَعِينَ
لَيلَةً. رواه مسلم.
“Rasulullah r memberikan batasan waktu kepada
kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mencukur
bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari.” (H.R. Muslim)
Menurut
hadits di atas, meninggalkan al-istihdad dan lain-lain lebih dari 40
hari hukumnya makruh. Jangka waktu pelaksanaan al-istihdad dikembalikan
pada keadaan, personal, masa, dan tempat selama tidak lebih dari 40 hari. Tetapi bukan
berarti hadits ini memboleh seseorang menangguhkan al-istihdad sampai
40 hari secara muthlak. Jika sekiranya al-istihdad diperlukan sebelum 40
hari, maka hendaknya segera dilaksanakan. Karena hukum itu berlaku sebab adanya
'illah (alasan).
Dalam
Al-Fatawa Al-Hindiyah Fi Fiqh Al-Hanafiyyah disebutkan bahwa
memotong kuku, merapikan kumis, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak,
dan membersihkan badan yang paling afdhol adalah seminggu sekali. Jika tidak
bisa seminggu sekali maka tiap lima belas hari. Dan batas maksimalnya adalah 40
hari.
Al-'Alamah
Al-Bahuty Al-Hanbaly berkata, "Merapikan kumis, memotong kuku,
al-istihdad, dan mencabut bulu ketiak dilaksanakan pada hari jum'at sebelum
sholat jum'at atau pada hari kamis (dapat dipilih). Imam Nawawi
juga menganjurkan untuk
beristihdad pada hari jum'at.
Hikmah Al-Istihdad
Setiap
syari'at Islam, baik yang perintah maupun larangan adalah mashlahat bagi
pelaksananya. Sedangkan mashlahat yang paling nampak syari'at
sunnah-sunnah fitrah adalah menjaga kebersihan dan keindahan. Al-Istihdad sendiri
salah satu tujuannya adalah menghilangkan kotoran dari keringat yang mengalir
turun dari perut.
Fatwa-Fatwa yang Berkaitan dengan Al-Istihdad
Lajnah Daimah Li Al-Ifta' pernah ditanya, "Haruskan seorang wanita mencukur bulu
kemaluannya tiap selesai haidh?" Jawabannya, mencukur bulu kemaluan memang
termasuk sunnah fitrah. Tetapi tidak diharuskan bagi wanita untuk mencukurnya
tiap selesai haidh karena tidak ada keterangan mengenai hal tersebut. Yang ada
hanya batas maksimalnya, yaitu 40 hari berdasarkan hadits yang telah disebutkan
sebelum ini.
Untuk
pelaksanaan al-istihdad, hendaknya dilakukan sendiri. Tetapi
diperbolehkan bagi suami atau istri untuk saling beristihdad. Bagi yang
selainnya, maka hukumnya haram. Hanyasaja jika
keadaan darurat seperti sakit, maka boleh memperlihatkan auratnya pada yang
lain.
. Ittihaf Al-Kiram Bi Syarhi Umdah Al-Ahkam, Syaikh Abdur Rahman
As-Sahim, juz:43, hal:3
. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Wazarah Al-Auqof Wa
As-Su'un Al-Islamiyyah Kuwait, juz:3, hal:216