Singkat aja....!
Dari madzhab Zhahiri.....
Masih Buram..... Baru Belajar..... |
PENGERTIAN
Nadhar
secara etimologi berasal dari kata نظر – ينظر melihat.
Secara
terminologi adalah melihat calon pasangan suami/ istri sebelum diadakannya
khitbah.[1]
Aurat
secara etimologi adalah segala perkara yang dirasa malu ketika dilihat oleh orang lain.
Aurat
secara terminologi adalah sesuatu yang
sengaja ditutupi karena ia merasa malu jika sesuatu itu diketahui atau
terlihat oleh orang lain.[2]
DALIL-DALIL
DARI AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG NAZHAR
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka
menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka berbuat.” (Q
S.an-Nur:30)
عَنْ المُغِيرَةِ
بْنِ شُعْبَةَ، أَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ
بَيْنَكُمَا» (رواه الخمسة إلا أبا داود)
Dari Munghirah
bin Syu’bah bahwasanya ia mengkhithbah seorang wanita, maka Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk
melanggengkan hubungan di antara kalian berdua.” (HR Imam Khomsah kecuali
Abu-Daud).
عَنْ
مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَوْ حُمَيْدَةَ الشَّكُّ مِنْ زُهَيْرٍ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ
أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ
وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ (رواه أحمد)
Dari Musa bin Abdullah dari Abi Humaid berkata: Telah
bersabda Rasulullah SAW: “Apabila seorang dari kalian ingin mengkhitbah
seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat wanita tersebut, apabila
tujuannya untuk meminangnya, walaupun wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya
sedang dilihat)).[3]
(HR Ahmad).
BATAS
AURAT LAKI-LAKI DAN WANITA
Batasan
aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Batasan
aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut.
KETENTUAN
BATAS MELIHAT AURAT WANITA KETIKA NAZHAR
Ada
perbedaan pendapat dikalangan madzhab Ad-Zhahiri
Daud Ad-Zhahiri: Diperbolehkan melihat seluruh
tubuh wanita[4].
Ibnu Hazm: Seorang laki-laki tidak boleh
melihat wanita kecuali wajah dan telapak
tangan mereka saja, akan tetapi dia boleh menyuruh wanita lain untuk melihat
seluruh badan wanita yang ingin dinikahinya kemudian memberitahukan kepadanya.[5]
Dalil
firman Allah Ta’ala
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
Artinya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30)
Dari
ayat di atas secara umum Allah mewajibkan menundukkan pandangan, sebagaimana
Allah juga mewajiban menjaga kemaluan. Hal ini adalah umum dan tidak boleh
dikhususkan kecuali ada nash yang mengkhususkan.
Telah
terdapat nash yang mengkhususkan ayat di atas, yaitu perintah melihat wanita
ketika laki-laki itu hendak menikahinya. Diriwatkan oleh Jabir bin Abdullah
Rosulullah SAW bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ
مِنْهَا إِلَى بَعْضِ مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
(رواه أحمد و أبو داود)
Dari Jabir bin Abdullah
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian melamar wanita,
lalu ia mampu melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”
(HR Ahmad dan Abu Daud).
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa batasan aurat wanita ketika nazhar menurut madzhab
zhahiri ada dua pendapat:
Menurut
Daud: dibolehkan melihat seluruh tubuh wanita
Menurut
Ibnu Hazm: hanya diperbolehkan melihat wajah dan telapak tangan. Akan tetapi
diperbolehkan meminta kepada wanita lain untuk melihat seluruh tubuh wanita
yang akan dikhitbahnya kemudian wanita tersebut menceritakan kepada laki-laki
tersebut.
Wallahu
a’lam....
DAFTAR
PUSTAKA
Wazarah
al-Auqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyah, Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah,
Kuwait: Darush Shafwah, 1994.
Syarkani, As-,
Muhammad, bin Ali, Muhammad, Nailu Autor, Kairo: Darul Hadits, 2005.
Hazm, Ibnu-, Al-Muhalla bil Atsar,
Bairut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2003.
[1] Wazarah al-Auqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyah, Mausu’ah al-Fiqhiyah
al-Kuwaitiyah, (Kuwait: Darush Shafwah, 1994), jld: 40, hlm: 340.
[2] Ibid. Jld: 31, hlm: 43
[3] Muhammad bin ali bin Muhammad As-Syarkani, Nailu Autor, (Kairo:
Darul Hadits), jld 5-6, hlm: 496
[4] Ibid hlm: 497
[5]
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, Al-Muhalla bil Atsar,
(Darul Kutub Al-Ilmiyah, Bairut,tt) jld, 9. hlm, 161.
0 komentar:
Posting Komentar