"Dia beriman kepadaku ketika
orang-orang mengingkariku. Dia melipur laraku dengan hartanya ketika
orang-orang melarang hal itu. Dia membenarkan aku tatkala orang-orang
mendustakan diriku. Aku dianugerahi anak melalui rahimnya. Dan Allah tidak
memberiku anak dari rahim perempuan lain."
(H.R. Ahmad)
Beliau merupakan perempuan teragung sejagat
raya. Beliau adalah sosok perempuan yang cahayanya memancar cemerlang dalam
cakrawala keimanan, kesucian, kehormatan, kemuliaan, kedermawanan, dan
kesetiaan. Demi Allah, setiap peristiwa yang beliau alami adalah obat bagi
setiap hati yang nestapa dan membersihkan pikiran dari noda. Beliau adalah
teladan abadi di masa yang nyaris kehilangan teladan sejati.
Tidak perlu lagi kita mencari panutan lain.
Di hadapan kita ada sosok mulia, ibu bagi orang mukmin, istri yang setia lagi
taat, penentram hati suami. Sangat patut teladan bagi kaum hawa.
Nama dan Nasab Beliau
Beliau adalah Ath-Thahirah Ummul
Mu'minin Ummu Al-Qasim Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul
Uzza bin Qushay bin Kilab Al-Quraisyiyah Al-Asadiyah. Beliau berasal dari Bani
Asad.
Ibu beliau adalah Fathimah binti Zaidah bin
Al-Asham bin Al-Haram bin Rawahah Al-'Amiriyah.
Ibnu
Ishaq menjelaskan bahwa nasab beliau dari jalur ayah bertemu dengan nasab
Rasulullah r
pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi
dirinya. [1]
Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat pada tahun 68
sebelum hijrah (15 tahun sebelum Tahun Gajah). Khadijah tumbuh dalam lingkungan keluarga mulia hingga
beliau tumbuk menjadi sosok yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena
itulah banyak laki-laki kaumnya yang menaruh simpati pada beliau.
Beliau mempunyai
saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Ia termasuk salah satu dari hanif di
Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab
yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang
mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).
Dkatakan bahwa Waraqah bin
Naufal menerjemahkan injil ke bahasa Arab. Tetapi yang benar adalh ia menulis
injil dengan bahasa Ibrani.[2]
Pada tahun 575 Masehi, beliau ditinggalkan ibunya.
Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang
tuanya, beliau dan saudara-saudaranya
mewarisi kekayaan keduanya.
Khuwailid wafat sebelum
perang Fijar.[3] Perang Fijar
terjadi saat Rasulullah r berusia 20 tahun.[4]
Kisah
Beliau di Masa Jahiliyah
Beliau menyadari bahwa kekayaan warisan menyimpan
bahaya. Kekayaan warisan dapat menjadikan seseorang lebih senang tinggal di
rumah dan berfoya-foya. Karenanya, beliau memutuskan untuk tidak menjadiksn
dirinya pengangguran. Kecerdasan dan keteguhannya mampu mengatasi godaan harta
hingga akhirnya beliau mengambil alih bisnis keluarganya.
Pada mulanya, beliau menikah dengan Abu Halah bin
Zurarah At-Tamimy. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang bernama Halah
dan Hindun. Tak lama kemudian suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan
kekayaan yang banyak juga perniagaan yang luas dan berkembang.
Lalu beliau menikah lagi untuk yang kedua kalinya
dengan Atiq bin `A'id bin Abdullah bin Umar Al-Makhzumy. Lahir di Ummul Qura
(Makkah), 15 tahun sebelum Tahum Gajah. Dari suami kedua ini, beliau melahirkan
Hindun bin 'Atiq Selang beberapa waktu, suami keduanya pun meninggal. Suami
kedua beliau ini juga meninggalkan harta dan perniagaan.[5]
Dengan
demikian, saat itu beliau menjadi perempuan terkaya di kalangan Qurasy. Karenanya banyak pemuka dan bangsawan Qurasy yang
melamarnya. Namum beliau menolak dengan alasan bahwa perhatian beliau kala itu
hanya akan ditujukan untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena
beliau adalah saudagar yang kaya raya dan disegani sehingga beliau sangat sibuk
mengurus perniagaan.[6]
Para sejawatnya mengakui keberhasilah beliau. Ketika
itu mereka memanggil beliau dengan sebutan "Ratu Qurasy" dan
"Ratu Makkah". Beliau juga dijuluki Ath-Thahirah, yaitu
"yang bersih dan suci". Nama itu diberikan oleh bangsa Arab yang
notebena terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai
laki-laki. Karenanya perilaku beliau benar-benar patut diteladani hingga beliau
dapat menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarang bangsa Arab, seorang
perempuan dijuluki "Ratu Makkah" dan "Ath-Thahirah". Orang-orang memanggil beliau dengan
"Ratu Makkah" karena kekayaannya dan menyebut Ath-Thahirah karena
reputasinya yang tanpa cacat.
Kisah Beliau Bersama Nabi r
Kekayaan yang berlimpah menjadikan
beliau tetap berdagang. Akan tetapi, beliau
merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak
mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa
barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas.
Kondisi itulah yang menyebabkan beliau
mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan
dagangannya. Untuk itu, para
karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan
kecemerlangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan
bekerja sama, beliau mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis.
Suatu
ketika, Rasulullah r
berkerja mengelola barang dagangan milik Khadijah untuk dijual ke Syam bersama
Maisarah. Setibanya dari berdagang Maisarah
menceritakan perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga
mengenai watak dan kepribadian Rasulullah r.
Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran,
dan kemampuan yang dimiliki Rasulullah r,
kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Muhammad.
Selain itu, Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke
Syam bersama Rasulullah r. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang
senantiasa mengiringi Rasulullah r seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari.
Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang
mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang
ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan
Injil.
Pernyataan tersebut didengar Maisarah dalam
perjalanan menuju Syam. Ketika Rasulullah r beristirahat di bawah pohon dekat gereja, seorang
rahib mendatangi Maisarah dan bertanya,
"Siapa yang beristirahat di bawah
pohon itu?"
"Seorang laki-laki dari Bani
Quraisy."
Pernikahan Beliau Dengan Rasulullah r
Penuturan Maisarah tentang kebagusan akhlaq Rasulullah r membuat
beliau kagum. Kemudian beliau menyampaikan niatnya untuk meminta Rasulullah r menjadi suaminya. Setelah terlebih dahulu mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la
bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Rasulullah r.
Lalu Rasulullah r bermusyawarah dengan para pamannya dan merekapun menyetujuinya.
Rasulullah r pun
berangkat bersama Hamzah bin Abdul
Mutholib untuk meminang beliau kepada Khuwailid bin Asad yang ketika itu sudah
sangat tua. Rasulullah r menikahi beliau pada tahun 595 M
dengan mahar 20 ekor unta muda. Dan Rasulullah r tidak menikah dengan perempuan lain sampai
beliau meninggal.[8]
Diriwayatkan
dari Jabir bin Muth'im t bahwa yang menikahkan beliau (Khadijah) dengan Nabi r adalah paman beliau, 'Amr bin Asad, karena ayah beliau telah meninggal
sebelum perang Fijar.
Kemudian
Al-Waqidy menambahkan, "Ini yang disepakati teman-teman kami. Tidak ada
perselisihan di antara mereka."[9]
Hal
serupa juga dinyatakan oleh Az-Zubair dan yang lainnya.[10]
Ada
riwayat lain yang menyatakan wali dari Rasulullah r
adalah Abu Thalib. Tetapi yang
jelas pernikahan beliau dan Rasulullah r benar-benar terjadi berdasarkan pernyataan 'Aisyah, "Nabi
r tidak pernah menikahi wanita lain bersama
Khodijah sampai Khodijah wafat." (H.R. Muslim)
Sebelum menikah dengan Rasulullah r, beliau pernah bermimpi ada matahari dari langit kota Makkah yang berhenti
tepat di atas rumah beliau. Waraqah bin Naufal, sepupu beliau, menakwilkan
bahwa akan ada cahaya kenabian di rumah beliau.[12]
Perempuan Pertama yang Memeluk Islam
Kehidupan rumah tangga beliau dengan Rasulullah r cukup tentram di bawah
naungan akhlak mulia dan jiwa suci Rasulullah r. Ketika itu, Rasulullah r menjadi
tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan
pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi
kedudukan Rasulullah r di
hadapan mereka pada masa prakenabian. Rasulullah r menyendiri
di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah Yang
Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim u.
Beliau
sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah r dan tidak khawatir selama ditinggal Rasulullah r. Bahkan beliau menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman
selama Rasulullah r di dalam gua, karena beliau yakin bahwa apa pun yang dilakukan
Rasulullah r merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu,
Rasulullah r berusia empat puluh tahun.
Suatu ketika, seperti biasanya Rasulullah r menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Rasulullah r sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril
memanggil. Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah r membaca, namun Rasulullah r hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya,
Malaikat Jibril mendekati dan mendekap Rasulullah r ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Rasulullah r sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat
membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan
berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu
yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan
pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui." (Q.S. Al-Qalam: 1-5). Rasulullah r pun mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari
seluruh tubuh Rasulullah r sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah.
Khadijah yang melihat Rasulullah r dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke
rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi
dadanya. "Selimutilah
aku…! Selimutilah aku…!" Beberapa
kali Rasulullah r meminta beliau menyelimuti
tubuhnya. Beliau memberikan ketentraman kepada Rasulullah r dengan
segala kelembutan dan kasih sayang sehingga Rasulullah r merasa tentram dan aman. Rasulullah r tidak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada
beliau karena khawatir beliau akan menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan
belaka.
Setelah rasa takut Rasulullah r hilang, berceritalah Rasulullah r apa yang telah terjadi. Kini tahulah beliau bahwa suaminya adalah utusan Allah U. Dengan tenang dan lemah lembut, beliau
berkata, "Wahai putera pamanku, Demi Allah, Dia
tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sesungguhnya engkau termasuk
orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, berkata benar, setia memikul
beban, menghormati, dan suka
menolong orang lain".
Kemudian beliau
mendatangi anak paman beliau, Waraqah bin
Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Beliau menceritakan kejadian yang dialami Rasulullah r. Mendengar cerita mengenai Rasulullah r, Waraqah berseru, “Maha Mulia… Maha
Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggamanNya, kalau kau percaya pada
ucapanku, maka apa yang dilihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang
turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan
namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.”[13] Mendengar kabar itu, beliau
segera menemui Rasulullah r dan
menyampaikan apa yang dikatakan Waraqah.
Dengan demikian, pada hakikatnya Waraqah telah masuk
Islam. Rasulullah r pun telah menjanjikan beliau dengan surga
dalam sabdanya, "Aku melihat satu atau dua surga untuk Waraqah." Hadits
ini termasuk periwayatan Urwah t.
Hingga Malaikat Jibril kembali mendatangi Rasulullah r membawa wahyu yang kedua bagi Rasulullah r,
“Hai orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah peringatan dan Rabbmu
agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, dan janganlah
kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah” (Q.S.
Al-Muddatstir:1-7)
"Khadijah adalah makhluq Allah U yang pertama kali beriman menurut
kesepakatan kaum muslim. Tidak ada seorang pun, baik laki-laki maupun perempuan
yang mendahuluinya." Demikian pernyataan 'Izzudin Abu Al-Hasan bin
Al-Atsir.[15]
Ibnu Ishaq berkata, "Khadijah adalah orang yang
pertama kali beriman pada Allah U dan rasulNya. Khadijah membenarkan apa yang dibawa
Muhammad. Dengan perantara beliau Allah U meringankan beban Rasulullah r. Rasulullah r tidak mendengar kebencian padanya, penolakan atas
dakwahnya, dan pendustaan yang membuatnya bersedih, kecuali Allah U melapangkan hatinya kembali dengan
perantara Khadijah. Setibanya di rumah, Khadijah akan meneguhkannya dan melenyapkan
kesedihannya, membenarkannya serta meringankan urusannya. Semoga Allah U meridhai Khadijah."[16]
Demikian hendaknya perempuan ideal. Kedudukan beliau
tidak diperoleh seorang pun selain beliau. Hal ini disebabkan sikap beliau pada
saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung
dakwah sesudahnya. Beliau benar-benar nikmat Allah U yang besar bagi Rasulullah r. Beliaulah yang setia menemani dan
mendukung perjuangan Rasulullah r.
Peran Beliau dalam Dakwah Islamiyah
Di awal
permulaan Islam, peranan beliau tidaklah
sedikit. Dengan setia beliau menemani Rasulullah r dalam menyampaikan risalah
dari Rabb U. Perempuan pertama yang beriman kepada Allah U ketika Rasulullah r mengajaknya
menuju jalan Rabbnya. Beliau yang membantu Rasulullah r dalam mengibarkan bendera Islam. Bersama
Rasulullah r sebagai angkatan pertama. Dengan penuh semangat, beliau turut berjihad dan berjuang, mengorbankan harta, jiwa, dan berani
menentang kejahiliyahan kaum beliau. [17]
Beliau termasuk pendorong utama bagi
Rasulullah r untuk selalu giat berdakwah, bersemangat,
dan tidak pantang menyerah.
Kecintaan beliau bukanlah sekedar kecintaan
kepada suami semata. Tetapi kecintaan yang berlandaskan keyakinan yang kuat
tentang keesaan Allah U. Beliau ikhlas berkorban demi suami demi
mencari keridhaan Allah U. Allah Maha Adil dalam memberi rahmat.
Setiap amalan yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan pasti mendapat ganjaran
yang setimpal. Allah U berfirman,
"Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S. An-Nahl: 97)
Allah U tidak
membedakan pahala laki-laki dengan pahala perempuan. Allah U telah
menerangkan bahwa amalan hambaNya, baik laki-laki maupun perempuan, tidak akan
disia-siakan. Laki-laki dan perempuan adalah saudara seagama yang penerimaan
amal dan pemberian pahalanya yang setara. Perempuan, seperti juga laki-laki,
bisa saja masuk surga. Sebab pahala amalan mereka tidak dikurangi sedikit pun.
Sebab Allah U
menyetarakan pahala laki-laki dan perempuan.[18]
Janji Allah U pasti benar. Kesan kesetiaan beliau
bukan sekedar menghasilkan kekuaatan yang mendorong kegigihan dan perjuangan
Rasulullah r, tetapi juga membawa barakah yang
besar pada rumah tangga mereka berdua.
Peran Beliau di Balik Dakwah Rasul r
Setelah turunnya Q.S. Al-Mudatsir:
1-7, wahyu mulai teratur turun. Ayat tersebut juga merupakan perintah bagi
Rasulullah r untuk mulai berdakwah. Hingga
mulailah Rasulullah r berdakwah pada yang dekat (kerabat)
dan yang jauh, budak dan orang-orang merdeka. Berimanlah yang mendapat petunjuk
dari Allah U, dan yang membangkang meneruskan
perlawanannya pada Rasulullah r.[19]
Musyrikin yang menolak dakwah
Rasulullah r tidak segan-segan mencaci maki
Rasulullah r, bahkan menyiksa Rasulullah r. Orang yang paling keras menyakiti
Rasulullah r adalah paman beliau sendiri, Abdul
Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta
istrinya, Ummu Jamil.[20]
Selain itu ada juga Abu Jahl bin
Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Uqbah bin Abu Mu'ith, dan
Umayyah bin Khalaf. Mereka telah bersepakat untuk mengganggu Rasulullah r saat shalat dengan melemparkan
kotoran unta. Uqbah bin Abu Mu'ith juga pernah mencekik Rasulullah r saat Rasulullah r shalat.[21]
Di sinilah Ibunda Khadijah berperan.
Beliau menjadi tempat berlindung Rasulullah r. Dari beliau, Rasulullah r memperoleh keteduhan hati dan
keceriaan wajah istri yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk
terus berjuang menyebarluaskan agama Allah U ke seluruh penjuru. Beliau tidak
memperhitungkan harta benda beliau yang habis digunakan dalam perjuangan ini.
Setelah
berbagai upaya untuk menghentikan dakwah Rasulullah r gagal dilakukan, baik itu berupa
rayuan, intimidasi, dan penyikasaan, kaum Quraisy memutuskan untuk membunuh
Rasulullah r.
Az-Zuhri meriwayatkan bahwa kaum
Quraisy habis-habisan menyiksa kaum muslim. Hingga kaum muslim benar-benar
mengerahkan segenap usaha untuk menghadapi ujian yang menimpa. Puncaknya adalah
pengumuman makar pembunuhan Rasulullah r. Ketika paman Rasulullah r, Abu Thalib, mengetahui maker ini, ia
segera mengumpulkan Bani Hasyim, yang kafir maupun mukmin, untuk melindungi
agar Rasulullah r tidak dibunuh oleh orang-orang yang
ingin membunuhnya. Motivatornya adalah fanatisme golongan yang kuat di kalangan
bangsa Arab.
Setelah gagal dalam rencana pembunuhan
Rasulullah r, mereka membuat makar lain. Mereka bersepakat
untuk memboikot Bani Hasyim sampai Bani Hasyim mau menyerahkan Rasulullah r untuk dibunuh. Mereka menuliskan
perjanjian ini dan menggantungkannya di Ka'bah. Mereka tidak akan menerima
perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasih pada Bani Hasyim
sampai Bani Hasyim mau menyerahkan Rasulullah r untuk dibunuh.
Bani Hasyim diboikot tiga tahun. Tiga
tahun yang sangat berat karena jalur perdagangan mereka diputus. Setelah tiga
tahun, Bani Abdu Manaf, Bani Qushay, dan orang-orang yang ibunya berasal dari
Bani Hasyim mengecam pemboikotan ini.
Pemboikotan ini berakhir dengan
hancurnya piagam pemboikotan. Piagam yang digantungkan di Ka'bah ini hancur
dimakan rayap. Tidak ada tulisan yang tersisa di sana kecuali Asma' Allah U.[22]
Pada masa pemboikotan ini, beliau
(Khadijah) memiliki peran penting untuk keberlangsungan hidup Bani Hasyim.
Dengan berbagai cara, setiap hari beliau mencicil harta milik beliau untuk
mencukupi kebutuhan dan meringankan beban Bani Hasyim. Hingga akhirnya yang
tersisa dari beliau hanya kondisi fisik yang semakin tua dan lemah.
Namun beliau menjalani semua dengan
ikhlas. Beliau tidak pernah mengeluh akan kondisi tubuh beliau yang semakin
ringkih. Bahkan pada hari-hari selanjutnya, beliau harus rela didera lapar,
haus, dan segala kekurangan lainnya. Sangat jauh dari kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan
kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Beliau rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi
Rasulullah r. Beliau sangat yakin bahwa
pertolongan Allah U akan datang.
Begitulah Ibunda Khadijah. Beliau
menghadapi pemboikotan ini dengan iman, ketulusan, dan tekad baja tak kenal
lelah. Sungguh beliau telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi
ujian tersebut di usia senja, 65 tahun.
Anak-Anak Rasulullah r dari Beliau
Beliau melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan
Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum
dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali
Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki Ath-Thayyib (yang
baik)
dan Ath-Thahir
(yang suci).
Seluruh anak laki-laki beliau meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan putri-putri beliau
berumur panjang dan mendapati masa kenabian serta masuk Islam dan berhijroh
bersama Rasulullah r ke
kota Madinah.[23]
Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah r yang sering disebut putra Rasulullah r. Semula, Zaid t beliau (Khadijah) beli dari pasar Makkah
yang kemudian beliau jadikan budak. Ketika beliau
menikah dengan Rasulullah r, beliau memberikan Zaid t kepada
Rasulullah r sebagai hadiah. Rasulullah r sangat mencintai Zaid t karena
dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid t pun sangat mencintai Rasulullah r.
Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid t selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid t berada di tempat Rasulullah r. Dia mendatangi Rasulullah r untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid t kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah r memberikan kebebasan penuh kepada Zaid t untuk memilih antara tetap
tinggal bersama Rasulullah r atau ikut bersama ayahnya. Tetapi
Zaid t tetap memilih hidup bersama Rasulullah r.
Agar di kemudian hari tidak
terjadi
masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah r dan Zaid bin Haritsah t menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan
kebebasan Zaid t dan pengangkatan Zaid t sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa
tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid t dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan
anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan
adat jahiliyah, sebagaimana firman Allah t berikut ini,
”…Jika kamu
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu …” (Q.S. At-Taubah: 5)
Demikianlah perangai Ibunda Khadijah. Jadikanlah diri
beliau sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai
suami dan mengutamakan kepentingan suami daripada kepentingan sendiri. Manakala
Rasulullah r mengharapkan Zaid bin Haritsah t, maka dihadiahkanlah ia pada Rasulullah r. Demikian juga tatkala Rasulullah r ingin mengambil seorang putra pamannya,
Abu Thalib, maka beliau menyediakan suatu ruangan bagi 'Aly bin Abi Thalib t.
Keutamaan-Keutamaan Beliau
Az-Zubair bin Bakkar berkata, "Pada masa jahiliyah, Khadijah dijuluki
Ath-Thahirah (wanita suci)."[24]
Abu Hurairah t meriwayatkan bahwasanya Rasulullah r bersabda,
أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, هٰذِهِ
خَدِيْجَةُ وَ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيْهِ طَعَامٌ (أَوْ إِدَامٌ) وَ شَرَابٌ, وَ
إِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا (مِنْ رَبِّهَا
السَّلَامُ) وَ مِنِّيْ. متفق عليه.
"Jibril mendatangiku kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah,
Ini Khodijah datang membawa tempat berisi makanan (atau lauk) dan minuman. Jika
ia mendatangimu, sampaikan salam dari Rabbnya (dia mendapat salam dari Rabbnya)
dan dariku." (Muttafaqun 'Alaih)
Hakim meriwayatkan dalam Al-Mustadrak bahwa
Rasulullah r memberi kabar gembira beliau dengan sebuah
rumah di surga.
Sebagaimana juga yang diriwayatkan Abdullah
bin Ja'far t, Rasulullah r menceritakan bahwa beliau wafat sebelum turunnya
kewajiban-kewajiban dan hukum. Beliau bersabda,
أَبْصَرْتُهَا عَلَى نَهْرِ مِنْ
أَنْهَارِ الْجَنَّةِ فِيْ بَيْتٍ مِنْ قَصْبٍ لَا لَغْوٌ فِيْهِ وَ لَا نَصَبٌ.
رواه الطبراني.
"Aku melihatnya di atas salah satu sungai surga dalam rumah
dari mutiara yang berongga, tidak ada omong kosong dan keletihan di
dalamnya." (H.R. Thabrani)
Kemudian Rasulullah r bersabda,
أَفْضَلُ نِسَاءِ الْجَنَّةِ خَدِيْجَةُ بِنْتُ
خُوَيْلِدَ, وَ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ, وَ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ, وَ
اسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمَ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ. روا أحمد.
"Sebaik-baik perempuan surga adalah Khodijah binti
Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti 'Imran, dan Asiyah binti
Muzahim istri Fir'aun." (H.R. Ahmad)[25]
'Aisyah saja sampai
cemburu terhadap beliau demi mendengar nama beliau disebut-sebut Rasulullah r, dipuji dan dimintakan ampun. Mari kita simak pengakuan Ummul Mukmini ‘Aisyah.
“Belum pernah aku cemburu terhadap istri-istri Rasulullah r sebagaimana cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah
melihatnya. Tetapi Rasulullah r selalu menyebut-nyebut namanya, bahkan adakalanya menyembelih
kambing dan dibagikan kepada kawan-kawan Khadijah. Bahkan pernah saya tegur,
seakan-akan di dunia tidak ada perempuan selain Khadijah, lalu Rasulullah r menyebut beberapa kebaikan Khadijah, dia dahulu begini dan begitu,
selain itu, aku mendapat anak daripadanya.”
Berikut pujian Rasulullah r terhadap beliau,
وَ اللهِ لَقَدْ آمَنَتْ بِيْ إِذْ
كَفَرَ النَّاسُ, وَآوَتْنِيْ إِذْ رَفَضَنِيْ النَّاسُ, وَ صَدَقَتْنِيْ إِذْ
كَذَبَنِيْ النَّاسُ, وَ رُزِقْتُ مِنْهَا الْوَلَدُ, وَ حَرَّمْتُمُوْهُ مِنِّيْ.
رواه أحمد.
"Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia
melipur laraku dengan hartanya ketika orang-orang melarang hal itu. Dia
membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan diriku. Aku dianugerahi anak
melalui rahimnya. Dan Allah tidak memberiku anak dari rahim perempuan
lain." (H.R. Ahmad)[26]
Sesungguhnya inilah letak
keagungan beliau, istri pertama Rasulullah r. Beliaulah yang membenarkan ketika orang lain
mendustakan. Beliau manusia pertama yang masuk ke dalam Islam. Beliau rela
diembargo demi perjuangan agama ini. Bayangkan, seorang yang terpandang
akhirnya merana dan teguh dengan agama baru yang menolak berhala.
Demikianlah mengapa sangat
agung kedudukan beliau dalam hati Rasulullah r. Karena beliau telah memberikan pengorbanan dan jasa
yang sangat besar dalam kehidupan suami tercinta. Beliau tak kenal lelah dan
letih begitu setia mendampingi Rasulullah r. Mendidik anak-anak beliau sehingga menjadi penyejuk
mata bagi keduanya. Inilah sosok istri teladan yang patut bagi setiap muslimah
untuk mencontohnya dan mempersembahkannya untuk suami tercinta sehingga rumah
tangga setiap muslim menjadi kokoh bangunannya.
'Ali bin Abi Thalib t mendengar Rasulullah r bersabda,
خَيْرُ نِسَائِهَا (أَيْ
الْجَنَّةُ) خَدِيْجَةُ بِنْتَ خُوَيْلِدَ, وَ خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتُ
عِمْرَانَ. رواه مسلم.
"Sebaik-baik
perempuannya (surga) itu Khodijah binti Khuwailid. Dan sebaik-baik perempuannya
itu Maryam binti 'Imran." (H.R. Muslim)[27]
Wafat Beliau
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum
Quraisy terhadap kaum muslim, beliau
sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin
hari kondisi kesehatan badannya semakin memburuk. Setelah sakit yang tidak
terlalu lama, beliau wafat.[28]
Beliau
wafat dalam usia 65 tahun pada bulan
Ramadhan tahun ke-10
kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketika
itu, usia Rasulullah r sekitar 50 tahun.
Beliau wafat sebelum ada kewajiban shalat. Beliau dimakamkan di dataran tinggi
Mekkah, yang dikenal dengan sebutan Al-Hajun.
Beliau wafat tiga hari setelah wafatnya Abu Thalib.[29]
Demikianlah, Ibunda Khadijah telah
mendampingi Nabi r
selama seperempat abad, berbuat baik padanya, menolongnya di waktu-waktu yang
sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan
penderitaan yang pahit dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Semoga rahmat
Allah U senantiasa menyertai beliau dan semoga Allah U memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Referensi:
·
Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin
Katsir.
·
Al-Jami' Li Ahwal Wa Ahkam An-Nisa' Fi Al-Qur'an
Al-Karim, Abu Islam Ahmad bin 'Aly.
·
Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdy
Al-Istambuly dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalaby.
·
Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily.
·
Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad
bin Utsman Adz-Dzahaby.
·
Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin
Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary.
·
Wanita-Wanita Mulia di Sekitar Nabi r, Abu Salsabil Muhammad Abdul Hady.
·
http://keyeng86.abatasa.co.id/post/detail/18518/belajar-cinta-dari-nabi-dan-istrinya-khadijah.html
[3] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[5] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin
bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 81.
[6] . Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdy
Al-Istambuly dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalaby, Hal: 41.
[7] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby. Juz: 1, Hal: 171.
[9] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[10] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin
bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 82.
[13] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 412.
[15] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 1, Hal: 199.
[16] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin
bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 83.
[21] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 1, Hal: 251.
[24] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin
Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[29] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin
bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 86.
0 komentar:
Posting Komentar