Minggu, 22 Februari 2015

Belajar Cinta dari Ibunda Khadijah

                                                                 

"Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia melipur laraku dengan hartanya ketika orang-orang melarang hal itu. Dia membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan diriku. Aku dianugerahi anak melalui rahimnya. Dan Allah tidak memberiku anak dari rahim perempuan lain."
(H.R. Ahmad)
Beliau merupakan perempuan teragung sejagat raya. Beliau adalah sosok perempuan yang cahayanya memancar cemerlang dalam cakrawala keimanan, kesucian, kehormatan, kemuliaan, kedermawanan, dan kesetiaan. Demi Allah, setiap peristiwa yang beliau alami adalah obat bagi setiap hati yang nestapa dan membersihkan pikiran dari noda. Beliau adalah teladan abadi di masa yang nyaris kehilangan teladan sejati.
Tidak perlu lagi kita mencari panutan lain. Di hadapan kita ada sosok mulia, ibu bagi orang mukmin, istri yang setia lagi taat, penentram hati suami. Sangat patut teladan bagi kaum hawa.
Nama dan Nasab Beliau
Beliau adalah Ath-Thahirah Ummul Mu'minin Ummu Al-Qasim Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab Al-Quraisyiyah Al-Asadiyah. Beliau berasal dari Bani Asad.
Ibu beliau adalah Fathimah binti Zaidah bin Al-Asham bin Al-Haram bin Rawahah Al-'Amiriyah.
Ibnu Ishaq menjelaskan bahwa nasab beliau dari jalur ayah bertemu dengan nasab Rasulullah r pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya. [1]
Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat pada tahun 68 sebelum hijrah (15 tahun sebelum Tahun Gajah). Khadijah tumbuh dalam lingkungan keluarga mulia hingga beliau tumbuk menjadi sosok yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak laki-laki kaumnya yang menaruh simpati pada beliau.
Beliau mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Ia termasuk salah satu dari hanif di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).
Dkatakan bahwa Waraqah bin Naufal menerjemahkan injil ke bahasa Arab. Tetapi yang benar adalh ia menulis injil dengan bahasa Ibrani.[2]
Pada tahun 575 Masehi, beliau ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang tuanya, beliau dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaan keduanya.
Khuwailid wafat sebelum perang Fijar.[3] Perang Fijar terjadi saat Rasulullah r berusia 20 tahun.[4]
 Kisah Beliau di Masa Jahiliyah
Beliau menyadari bahwa kekayaan warisan menyimpan bahaya. Kekayaan warisan dapat menjadikan seseorang lebih senang tinggal di rumah dan berfoya-foya. Karenanya, beliau memutuskan untuk tidak menjadiksn dirinya pengangguran. Kecerdasan dan keteguhannya mampu mengatasi godaan harta hingga akhirnya beliau mengambil alih bisnis keluarganya.
Pada mulanya, beliau menikah dengan Abu Halah bin Zurarah At-Tamimy. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan kekayaan yang banyak juga perniagaan yang luas dan berkembang.
Lalu beliau menikah lagi untuk yang kedua kalinya dengan Atiq bin `A'id bin Abdullah bin Umar Al-Makhzumy. Lahir di Ummul Qura (Makkah), 15 tahun sebelum Tahum Gajah. Dari suami kedua ini, beliau melahirkan Hindun bin 'Atiq Selang beberapa waktu, suami keduanya pun meninggal. Suami kedua beliau ini juga meninggalkan harta dan perniagaan.[5]
Dengan demikian, saat itu beliau menjadi perempuan terkaya di kalangan Qurasy. Karenanya banyak pemuka dan bangsawan Qurasy yang melamarnya. Namum beliau menolak dengan alasan bahwa perhatian beliau kala itu hanya akan ditujukan untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena beliau adalah saudagar yang kaya raya dan disegani sehingga beliau sangat sibuk mengurus perniagaan.[6]
Para sejawatnya mengakui keberhasilah beliau. Ketika itu mereka memanggil beliau dengan sebutan "Ratu Qurasy" dan "Ratu Makkah". Beliau juga dijuluki Ath-Thahirah, yaitu "yang bersih dan suci". Nama itu diberikan oleh bangsa Arab yang notebena terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku beliau benar-benar patut diteladani hingga beliau dapat menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarang bangsa Arab, seorang perempuan dijuluki "Ratu Makkah" dan "Ath-Thahirah". Orang-orang memanggil beliau dengan "Ratu Makkah" karena kekayaannya dan menyebut Ath-Thahirah karena reputasinya yang tanpa cacat.
Kisah Beliau Bersama Nabi r
Kekayaan yang berlimpah menjadikan beliau tetap berdagang. Akan tetapi, beliau merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan beliau mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, beliau mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis.
Suatu ketika, Rasulullah r berkerja mengelola barang dagangan milik Khadijah untuk dijual ke Syam bersama Maisarah. Setibanya dari berdagang Maisarah menceritakan perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian Rasulullah r. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Rasulullah r, kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Muhammad.
Selain itu, Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam bersama Rasulullah r. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Rasulullah r seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari.
Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Pernyataan tersebut didengar Maisarah dalam perjalanan menuju Syam. Ketika Rasulullah r beristirahat di bawah pohon dekat gereja, seorang rahib mendatangi Maisarah dan bertanya,
"Siapa yang beristirahat di bawah pohon itu?"
"Seorang laki-laki dari Bani Quraisy."
"Tidak ada yang bernaung di bawah pohon itu kecuali nabi." [7]
Pernikahan Beliau Dengan Rasulullah r
Penuturan Maisarah tentang kebagusan akhlaq Rasulullah r membuat beliau kagum. Kemudian beliau menyampaikan niatnya untuk meminta Rasulullah r menjadi suaminya. Setelah terlebih dahulu mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Rasulullah r.
 Lalu Rasulullah r bermusyawarah dengan para pamannya dan merekapun menyetujuinya. Rasulullah r pun berangkat bersama Hamzah bin Abdul Mutholib untuk meminang beliau kepada Khuwailid bin Asad yang ketika itu sudah sangat tua. Rasulullah r menikahi beliau pada tahun 595 M dengan mahar 20 ekor unta muda. Dan Rasulullah r tidak menikah dengan perempuan lain sampai beliau meninggal.[8]
Diriwayatkan dari Jabir bin Muth'im t bahwa yang menikahkan beliau (Khadijah) dengan Nabi r adalah paman beliau, 'Amr bin Asad, karena ayah beliau telah meninggal sebelum perang Fijar.
Kemudian Al-Waqidy menambahkan, "Ini yang disepakati teman-teman kami. Tidak ada perselisihan di antara mereka."[9]
Hal serupa juga dinyatakan oleh Az-Zubair dan yang lainnya.[10]
Ada riwayat lain yang menyatakan wali dari Rasulullah r adalah Abu Thalib. Tetapi yang jelas pernikahan beliau dan Rasulullah r benar-benar terjadi berdasarkan pernyataan 'Aisyah, "Nabi r tidak pernah menikahi wanita lain bersama Khodijah sampai Khodijah wafat." (H.R. Muslim)  
Rasulullah r menyembelih satu atau dua onta untuk walimah tersebut.[11]
 Sebelum menikah dengan Rasulullah r, beliau pernah bermimpi ada matahari dari langit kota Makkah yang berhenti tepat di atas rumah beliau. Waraqah bin Naufal, sepupu beliau, menakwilkan bahwa akan ada cahaya kenabian di rumah beliau.[12]
Perempuan Pertama yang Memeluk Islam
Kehidupan rumah tangga beliau dengan Rasulullah r cukup tentram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci Rasulullah r. Ketika itu, Rasulullah r menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah r di hadapan mereka pada masa prakenabian. Rasulullah r menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah Yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim u.
Beliau sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah r dan tidak khawatir selama ditinggal Rasulullah r. Bahkan beliau menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama Rasulullah r di dalam gua, karena beliau yakin bahwa apa pun yang dilakukan Rasulullah r merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Rasulullah r berusia empat puluh tahun.
Suatu ketika, seperti biasanya Rasulullah r menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Rasulullah r sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil. Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah r membaca, namun Rasulullah r hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap Rasulullah r ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Rasulullah r sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui." (Q.S. Al-Qalam: 1-5). Rasulullah r pun mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuh Rasulullah r sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah.
Khadijah yang melihat Rasulullah r dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. "Selimutilah aku…! Selimutilah aku…!" Beberapa kali Rasulullah r meminta beliau menyelimuti tubuhnya. Beliau memberikan ketentraman kepada Rasulullah r dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga Rasulullah r merasa tentram dan aman. Rasulullah r tidak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada beliau karena khawatir beliau akan menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan belaka.
Setelah rasa takut Rasulullah r hilang, berceritalah Rasulullah r apa yang telah terjadi. Kini tahulah beliau bahwa suaminya adalah utusan Allah U. Dengan tenang dan lemah lembut, beliau berkata, "Wahai putera pamanku, Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sesungguhnya engkau termasuk orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, berkata benar, setia memikul beban, menghormati, dan suka menolong orang lain".
Kemudian beliau mendatangi anak paman beliau, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Beliau menceritakan kejadian yang dialami Rasulullah r. Mendengar cerita mengenai Rasulullah r, Waraqah berseru, “Maha Mulia… Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggamanNya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang dilihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.”[13] Mendengar kabar itu, beliau segera menemui Rasulullah r dan menyampaikan apa yang dikatakan Waraqah.
Dengan demikian, pada hakikatnya Waraqah telah masuk Islam. Rasulullah r pun telah menjanjikan beliau dengan surga dalam sabdanya, "Aku melihat satu atau dua surga untuk Waraqah." Hadits ini termasuk periwayatan Urwah t.
Ketika Waraqah wafat, wahyu sempat terputus beberapa saat.[14]
Hingga Malaikat Jibril kembali mendatangi Rasulullah r membawa wahyu yang kedua bagi Rasulullah r,
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Rabbmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah” (Q.S. Al-Muddatstir:1-7)
"Khadijah adalah makhluq Allah U yang pertama kali beriman menurut kesepakatan kaum muslim. Tidak ada seorang pun, baik laki-laki maupun perempuan yang mendahuluinya." Demikian pernyataan 'Izzudin Abu Al-Hasan bin Al-Atsir.[15]
Ibnu Ishaq berkata, "Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman pada Allah U dan rasulNya. Khadijah membenarkan apa yang dibawa Muhammad. Dengan perantara beliau Allah U meringankan beban Rasulullah r. Rasulullah r tidak mendengar kebencian padanya, penolakan atas dakwahnya, dan pendustaan yang membuatnya bersedih, kecuali Allah U melapangkan hatinya kembali dengan perantara Khadijah. Setibanya di rumah, Khadijah akan meneguhkannya dan melenyapkan kesedihannya, membenarkannya serta meringankan urusannya. Semoga Allah U meridhai Khadijah."[16]
Demikian hendaknya perempuan ideal. Kedudukan beliau tidak diperoleh seorang pun selain beliau. Hal ini disebabkan sikap beliau pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung dakwah sesudahnya. Beliau benar-benar nikmat Allah U yang besar bagi Rasulullah r. Beliaulah yang setia menemani dan mendukung perjuangan Rasulullah r.
Peran Beliau dalam Dakwah Islamiyah
Di awal permulaan Islam, peranan beliau tidaklah sedikit. Dengan setia beliau menemani Rasulullah r dalam menyampaikan risalah dari Rabb U. Perempuan pertama yang beriman kepada Allah U ketika Rasulullah r mengajaknya menuju jalan Rabbnya. Beliau yang membantu Rasulullah r dalam mengibarkan bendera Islam. Bersama Rasulullah r sebagai angkatan pertama. Dengan penuh semangat, beliau turut berjihad dan berjuang, mengorbankan harta, jiwa, dan berani menentang kejahiliyahan kaum beliau. [17]
Beliau termasuk pendorong utama bagi Rasulullah r untuk selalu giat berdakwah, bersemangat, dan tidak pantang menyerah.
Kecintaan beliau bukanlah sekedar kecintaan kepada suami semata. Tetapi kecintaan yang berlandaskan keyakinan yang kuat tentang keesaan Allah U. Beliau ikhlas berkorban demi suami demi mencari keridhaan Allah U. Allah Maha Adil dalam memberi rahmat. Setiap amalan yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan pasti mendapat ganjaran yang setimpal. Allah U berfirman,
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S. An-Nahl: 97)
Allah U tidak membedakan pahala laki-laki dengan pahala perempuan. Allah U telah menerangkan bahwa amalan hambaNya, baik laki-laki maupun perempuan, tidak akan disia-siakan. Laki-laki dan perempuan adalah saudara seagama yang penerimaan amal dan pemberian pahalanya yang setara. Perempuan, seperti juga laki-laki, bisa saja masuk surga. Sebab pahala amalan mereka tidak dikurangi sedikit pun. Sebab Allah U menyetarakan pahala laki-laki dan perempuan.[18]
Janji Allah U pasti benar. Kesan kesetiaan beliau bukan sekedar menghasilkan kekuaatan yang mendorong kegigihan dan perjuangan Rasulullah r, tetapi juga membawa barakah yang besar pada rumah tangga mereka berdua.
Peran Beliau di Balik Dakwah Rasul r
Setelah turunnya Q.S. Al-Mudatsir: 1-7, wahyu mulai teratur turun. Ayat tersebut juga merupakan perintah bagi Rasulullah r untuk mulai berdakwah. Hingga mulailah Rasulullah r berdakwah pada yang dekat (kerabat) dan yang jauh, budak dan orang-orang merdeka. Berimanlah yang mendapat petunjuk dari Allah U, dan yang membangkang meneruskan perlawanannya pada Rasulullah r.[19]
Musyrikin yang menolak dakwah Rasulullah r tidak segan-segan mencaci maki Rasulullah r, bahkan menyiksa Rasulullah r. Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah r adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil.[20]
Selain itu ada juga Abu Jahl bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Uqbah bin Abu Mu'ith, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka telah bersepakat untuk mengganggu Rasulullah r saat shalat dengan melemparkan kotoran unta. Uqbah bin Abu Mu'ith juga pernah mencekik Rasulullah r saat Rasulullah r shalat.[21]
Di sinilah Ibunda Khadijah berperan. Beliau menjadi tempat berlindung Rasulullah r. Dari beliau, Rasulullah r memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istri yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah U ke seluruh penjuru. Beliau tidak memperhitungkan harta benda beliau yang habis digunakan dalam perjuangan ini.
            Setelah berbagai upaya untuk menghentikan dakwah Rasulullah r gagal dilakukan, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyikasaan, kaum Quraisy memutuskan untuk membunuh Rasulullah r.
Az-Zuhri meriwayatkan bahwa kaum Quraisy habis-habisan menyiksa kaum muslim. Hingga kaum muslim benar-benar mengerahkan segenap usaha untuk menghadapi ujian yang menimpa. Puncaknya adalah pengumuman makar pembunuhan Rasulullah r. Ketika paman Rasulullah r, Abu Thalib, mengetahui maker ini, ia segera mengumpulkan Bani Hasyim, yang kafir maupun mukmin, untuk melindungi agar Rasulullah r tidak dibunuh oleh orang-orang yang ingin membunuhnya. Motivatornya adalah fanatisme golongan yang kuat di kalangan bangsa Arab.
Setelah gagal dalam rencana pembunuhan Rasulullah r, mereka membuat makar lain. Mereka bersepakat untuk memboikot Bani Hasyim sampai Bani Hasyim mau menyerahkan Rasulullah r untuk dibunuh. Mereka menuliskan perjanjian ini dan menggantungkannya di Ka'bah. Mereka tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasih pada Bani Hasyim sampai Bani Hasyim mau menyerahkan Rasulullah r untuk dibunuh.
Bani Hasyim diboikot tiga tahun. Tiga tahun yang sangat berat karena jalur perdagangan mereka diputus. Setelah tiga tahun, Bani Abdu Manaf, Bani Qushay, dan orang-orang yang ibunya berasal dari Bani Hasyim mengecam pemboikotan ini.
Pemboikotan ini berakhir dengan hancurnya piagam pemboikotan. Piagam yang digantungkan di Ka'bah ini hancur dimakan rayap. Tidak ada tulisan yang tersisa di sana kecuali Asma' Allah U.[22]
Pada masa pemboikotan ini, beliau (Khadijah) memiliki peran penting untuk keberlangsungan hidup Bani Hasyim. Dengan berbagai cara, setiap hari beliau mencicil harta milik beliau untuk mencukupi kebutuhan dan meringankan beban Bani Hasyim. Hingga akhirnya yang tersisa dari beliau hanya kondisi fisik yang semakin tua dan lemah.
Namun beliau menjalani semua dengan ikhlas. Beliau tidak pernah mengeluh akan kondisi tubuh beliau yang semakin ringkih. Bahkan pada hari-hari selanjutnya, beliau harus rela didera lapar, haus, dan segala kekurangan lainnya. Sangat jauh dari kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Beliau rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah r. Beliau sangat yakin bahwa pertolongan Allah U akan datang.
Begitulah Ibunda Khadijah. Beliau menghadapi pemboikotan ini dengan iman, ketulusan, dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh beliau telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia senja, 65 tahun.
Anak-Anak Rasulullah r dari Beliau
Beliau melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki Ath-Thayyib (yang baik) dan Ath-Thahir (yang suci).
Seluruh anak laki-laki beliau meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan putri-putri beliau berumur panjang dan mendapati masa kenabian serta masuk Islam dan berhijroh bersama Rasulullah r ke kota Madinah.[23]
Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah r yang sering disebut putra Rasulullah r. Semula, Zaid t beliau (Khadijah) beli dari pasar Makkah yang kemudian beliau jadikan budak. Ketika beliau menikah dengan Rasulullah r, beliau memberikan Zaid t kepada Rasulullah r sebagai hadiah. Rasulullah r sangat mencintai Zaid t karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid t pun sangat mencintai Rasulullah r.
Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid t selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid t berada di tempat Rasulullah r. Dia mendatangi Rasulullah r untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid t kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah r memberikan kebebasan penuh kepada Zaid t untuk memilih antara tetap tinggal bersama Rasulullah r atau ikut bersama ayahnya. Tetapi Zaid t tetap memilih hidup bersama Rasulullah r.
Agar di kemudian hari tidak terjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah r dan Zaid bin Haritsah t menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan Zaid t dan pengangkatan Zaid t sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid t dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliyah, sebagaimana firman Allah t berikut ini,
”…Jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu …” (Q.S. At-Taubah: 5)
Demikianlah perangai Ibunda Khadijah. Jadikanlah diri beliau sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami daripada kepentingan sendiri. Manakala Rasulullah r mengharapkan Zaid bin Haritsah t, maka dihadiahkanlah ia pada Rasulullah r. Demikian juga tatkala Rasulullah r ingin mengambil seorang putra pamannya, Abu Thalib, maka beliau menyediakan suatu ruangan bagi 'Aly bin Abi Thalib t.
Keutamaan-Keutamaan Beliau
Az-Zubair bin Bakkar berkata, "Pada masa jahiliyah, Khadijah dijuluki Ath-Thahirah (wanita suci)."[24]
Abu Hurairah t meriwayatkan bahwasanya Rasulullah r bersabda,
أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, هٰذِهِ خَدِيْجَةُ وَ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيْهِ طَعَامٌ (أَوْ إِدَامٌ) وَ شَرَابٌ, وَ إِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا (مِنْ رَبِّهَا السَّلَامُ) وَ مِنِّيْ. متفق عليه.
"Jibril mendatangiku kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, Ini Khodijah datang membawa tempat berisi makanan (atau lauk) dan minuman. Jika ia mendatangimu, sampaikan salam dari Rabbnya (dia mendapat salam dari Rabbnya) dan dariku." (Muttafaqun 'Alaih)
Hakim meriwayatkan dalam Al-Mustadrak bahwa Rasulullah r memberi kabar gembira beliau dengan sebuah rumah di surga.
Sebagaimana juga yang diriwayatkan Abdullah bin Ja'far t, Rasulullah r menceritakan bahwa beliau wafat sebelum turunnya kewajiban-kewajiban dan hukum. Beliau bersabda,
 أَبْصَرْتُهَا عَلَى نَهْرِ مِنْ أَنْهَارِ الْجَنَّةِ فِيْ بَيْتٍ مِنْ قَصْبٍ لَا لَغْوٌ فِيْهِ وَ لَا نَصَبٌ. رواه الطبراني.
"Aku melihatnya di atas salah satu sungai surga dalam rumah dari mutiara yang berongga, tidak ada omong kosong dan keletihan di dalamnya." (H.R. Thabrani)
Kemudian Rasulullah r bersabda,
أَفْضَلُ نِسَاءِ الْجَنَّةِ خَدِيْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدَ, وَ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ, وَ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ, وَ اسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمَ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ. روا أحمد.
"Sebaik-baik perempuan surga adalah Khodijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti 'Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir'aun." (H.R. Ahmad)[25]
            'Aisyah saja sampai cemburu terhadap beliau demi mendengar nama beliau disebut-sebut Rasulullah r, dipuji dan dimintakan ampun. Mari kita simak pengakuan Ummul Mukmini ‘Aisyah. “Belum pernah aku cemburu terhadap istri-istri Rasulullah r sebagaimana cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah r selalu menyebut-nyebut namanya, bahkan adakalanya menyembelih kambing dan dibagikan kepada kawan-kawan Khadijah. Bahkan pernah saya tegur, seakan-akan di dunia tidak ada perempuan selain Khadijah, lalu Rasulullah r menyebut beberapa kebaikan Khadijah, dia dahulu begini dan begitu, selain itu, aku mendapat anak daripadanya.”
            Berikut pujian Rasulullah r terhadap beliau,
وَ اللهِ لَقَدْ آمَنَتْ بِيْ إِذْ كَفَرَ النَّاسُ, وَآوَتْنِيْ إِذْ رَفَضَنِيْ النَّاسُ, وَ صَدَقَتْنِيْ إِذْ كَذَبَنِيْ النَّاسُ, وَ رُزِقْتُ مِنْهَا الْوَلَدُ, وَ حَرَّمْتُمُوْهُ مِنِّيْ. رواه أحمد.
            "Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia melipur laraku dengan hartanya ketika orang-orang melarang hal itu. Dia membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan diriku. Aku dianugerahi anak melalui rahimnya. Dan Allah tidak memberiku anak dari rahim perempuan lain." (H.R. Ahmad)[26]
Sesungguhnya inilah letak keagungan beliau, istri pertama Rasulullah r. Beliaulah yang membenarkan ketika orang lain mendustakan. Beliau manusia pertama yang masuk ke dalam Islam. Beliau rela diembargo demi perjuangan agama ini. Bayangkan, seorang yang terpandang akhirnya merana dan teguh dengan agama baru yang menolak berhala.
Demikianlah mengapa sangat agung kedudukan beliau dalam hati Rasulullah r. Karena beliau telah memberikan pengorbanan dan jasa yang sangat besar dalam kehidupan suami tercinta. Beliau tak kenal lelah dan letih begitu setia mendampingi Rasulullah r. Mendidik anak-anak beliau sehingga menjadi penyejuk mata bagi keduanya. Inilah sosok istri teladan yang patut bagi setiap muslimah untuk mencontohnya dan mempersembahkannya untuk suami tercinta sehingga rumah tangga setiap muslim menjadi kokoh bangunannya.
            'Ali bin Abi Thalib t mendengar Rasulullah r bersabda,
          خَيْرُ نِسَائِهَا (أَيْ الْجَنَّةُ) خَدِيْجَةُ بِنْتَ خُوَيْلِدَ, وَ خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ. رواه مسلم.
"Sebaik-baik perempuannya (surga) itu Khodijah binti Khuwailid. Dan sebaik-baik perempuannya itu Maryam binti 'Imran." (H.R. Muslim)[27]
Wafat Beliau
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, beliau sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin memburuk. Setelah sakit yang tidak terlalu lama, beliau wafat.[28]
Beliau wafat dalam usia 65 tahun pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketika itu, usia Rasulullah r sekitar 50 tahun. Beliau wafat sebelum ada kewajiban shalat. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan Al-Hajun. Beliau wafat tiga hari setelah wafatnya Abu Thalib.[29]
Demikianlah, Ibunda Khadijah telah mendampingi Nabi r selama seperempat abad, berbuat baik padanya, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Semoga rahmat Allah U senantiasa menyertai beliau dan semoga Allah U memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Referensi:
·         Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin Katsir.
·         Al-Jami' Li Ahwal Wa Ahkam An-Nisa' Fi Al-Qur'an Al-Karim, Abu Islam Ahmad bin 'Aly.
·         Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdy Al-Istambuly dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalaby.
·         Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily.
·         Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby.
·         Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary.
·         Wanita-Wanita Mulia di Sekitar Nabi r, Abu Salsabil Muhammad Abdul Hady.



[1] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal: 39.
[2] . Idem, Hal: 42.
[3] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[4] . Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin Katsir, Juz: 1, Hal: 323.
[5] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 81.
[6] . Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdy Al-Istambuly dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalaby, Hal: 41.
[7] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby. Juz: 1, Hal: 171.
[8] . Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin Katsir, Juz: 1, Hal: 328.
[9] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[10] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 82.
[11] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal: 42.
[12] . 35 Sirah Shahabiyah, Mahmud Al-Mishry, Juz: 1, Hal: 17-18.
[13] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 412.
[14] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal: 43.
[15] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 1, Hal: 199.
[16] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 83.
[17] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal:44.
[18] . Al-Jami' Li Ahwal Wa Ahkam An-Nisa' Fi Al-Qur'an Al-Karim, Abu Islam Ahmad bin 'Aly, Hal:8.
[19] . Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin Katsir, Juz:2, Hal: 19.
[20] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal: 291.
[21] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 1, Hal: 251.
[22] . Idem, Hal: 255.
[23] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal:44.
[24] . Siyar A'lam An-Nubala', Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahaby, Juz: 3, Hal: 409.
[25] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal:44-45.
[26] . Wanita-Wanita Mulia di Sekitar Nabi r, Abu Salsabil Muhammad Abdul Hadi, Hal: 38.
[27] . Nisa' Haula Ar-Rasul, As-Sayyid Al-Jamily, Hal: 46.
[28] . Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Abu Al-Fida' Isma'il bin Katsir, Juz:2, Hal: 136.
[29] . Usud Al-Ghabah Fi Ma'rifah Ash-Shahabah, 'Izzudin bin Al-Atsir Abu Al-Hasan 'Aly bin Muhammad Al-Jazary, Juz: 7, Hal: 86.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Najma Mujaddid
Blogger Theme by BloggerThemes | Theme designed by Jakothan Sponsored by Internet Entrepreneur