Minggu, 22 Februari 2015

Hukum Menetapkan Nasab Menggunakan Uji DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)



A.                Pendahuluan

Persoalan nasab dan keturunan adalah persoalan yang sangat penting dalam Islam. Begitu pentingnya persoalan ini sehingga ia masuk dalam salah satu dari adh-dharuriyat khamsah (lima kebutuhan asasi yang harus dijaga dalam Islam) yaitu hifzhunnasl (menjaga keturunan).[1] Dalam al-Qur'an telah banyak dijelaskan perintah untuk menjaga anak dan keturunan ini.
Imam asy-Syathibi Rahimahullah mendefinisikan perkara dharuriyat sebagai landasan pokok untuk menegakkan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Jika perkara dharuriyat ini diabaikan, maka akan timbul kerusakan di muka bumi serta kerugian yang nyata di akhirat kelak.[2]
Islam mengatur hubungan antara seseorang dengan keturunannya dalam soal pewarisan, perwalian, dan lain sebagainya. Tanggung jawab pendidikan pendidikan anak juga menjadi ajaran pokok dalam Islam.[3] Begitu pula tanggung jawab bakti anak kepada orangtuanya.[4]
Untuk menjaga persoalan nasab dan keturunan, Islam telah menetapkan beberapa pedoman. Dimulai dari mengharamkan zina dan memberi hukuman berat bagi para pelakunya, mengharamkan tabanni (menasabkan anak angkat pada dirinya), melarang pengingkaran nasab anak sendiri, dan larangan menasabkan diri pada selain ayahnya. Semua ini menunjukkan betapa pentingnya nasab dalam Islam.[5]
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukan cara baru untuk menetapkan keturunan yang banyak dibahas dalam ilmu genetika. Dengan cara ini akan semakin mudah dalam menetapkan keturunan, namun tidak serta merta hal ini bisa langsung diterima. Ada bab fiqih yang mengatur persoalan ini.

B.                 Mengenal DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)

DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)[6] dalam bahasa Arab disebut dengan al-bashmah al-waratsiyah. Kata al-bashmah sendiri berasal dari akar kata bashama-yabshimu-bashman yang mengikuti wazan fa'ala-yaf'ilu-fa'lan yang berarti tanda di ujung jari. Al-Bashmu atau al-bushmu[7] adalah sela di antara jari manis dan jari kelingking.[8] Jika kata al-bashmah dimuthlakkan, maka yang dimaksud adalah bashmatul ashabi' (sidik jari) atau al-bashmah al-waratsiyah (DNA). [9]
DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik. Artinya DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme.
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama:
1.      gugus fosfat
2.      gula deoksiribosa
3.      basa nitrogen, yang terdiri dari:
a)      Adenina (A)
b)      Guanina (G)
c)      Sitosina (C)
d)     Timina (T)
Sebuah unit minomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida sehingga DNA tergolong polinukleotida.

DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman yang menamainya nuklein berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Namun, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal abad 20 bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut.

Dua eksperimen pada dekade 40-an membuktian fungsi DNA sebagai materi genetik. Dalam penelitian oleh Avery dan rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal men-transform sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh. Eksperimen yang dilakukan Hershey dan Chase membuktikan hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif.
Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah bagaimanakah stuktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai materi genetik. Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar X pada DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin.
Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick mendefinisikan DNA sebagai polimer yang terdiri 4 basa dari asam nukleat, dua dari kelompok Purina: adenine dan guanine; dan dua lainnya dari kelompok pirimidina: sitosina dan timina. Keempat nukleobasa tersebut terhubung dengan gluick kosa fosfat.
Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin menemukan bahwa molekul DNA berbentuk heliks yang berputar setiap 3,4 nm, sedangkan jarak antar molekul nukleobasa adalah 0,34 nm, hingga dapat ditentukan bahwa diameter heliks DNA sekitar 2 nm. Baru diketahui bahwa DNA terdiri bukan dari 1 rantai, melainkan 2 rantai heliks.
Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Franklin, karena sudah wafat pada waktu itu, tidak dapat dianugerahi hadiah ini.
Konfirmasi akhir mekanisme replikasi DNA dilakukan lewat percobaan Meselson-Stahl yang dilakukan pada tahun 1958.[10]

C.                Replikasi DNA

Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjungat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan suatu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk.[11]
Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.[12]
Molekul-molekul DNA di tubuh kita tersusun dalam paket-paket yang disebut kromosom. Setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom dan ada sepasang kromosom yang tidak homolog. Kromosom yang besar disebut X dan yang kecil Y.[13] Kromosom berasal dari orangtua, separuh dari ayah separuh dari ibu.[14] Kromosom-kromosom inilah yang bertugas mewariskan sifat.[15]

D.                Mekanisme Uji DNA

Metode pengujian DNA pertama kali dilaporkan pada publikasi 1984 oleh Sir Alec Jeffreys dari Universitas Leicester, Inggris. Konon penemuannya terjadi secara kebetulan. Teknik ini dikomersialkan pada tahun 1987 ketika ICI membuka pusat pengujian DNA di Inggris.
Pengujian DNA sendiri adalah suatu teknik biologi molecular yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA-nya. Teknik ini dikenal pula sebagai penyidikan DNA, penyidikjarian genetik (genetik fingerprinting, sering disebut sebagai sidik jari DNA), DNA profiling, atau semacamnya.[16] Tingkat keakuratannya mencapai 99,9% karena tidak ada seorang pun –keculi kembar identik- yang memiliki DNA sama.[17]
Selain untuk menentukan pelaku suatu tindak kriminal, uji DNA dapat digunakan untuk menetapkan nasab sekaligus menolaknya.[18] DNA yang digunakan untuk menentukan nasab diambil dari kromosom somatic. Ikatan DNA pada bagian somatic hampir sama pada setiap orang karena berfungsi membentuk fungsi dan organ tubuh. Kesalahan urutan dapat menyebabkan gangguan pada manusia yang bersangkutan. Pada inti sel ini terdapat pula area yang dikenal sebagai area STR (Short Tandem Repeats). Area ini tidak memberi kode untuk melakukan sesuatu.
STR inilah yang bersifat unik karena berbeda pada setiap orang. Perbedaannya terletak pada urutan pasang basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan STR. Urutan AGACC akan berbeda dengan seseorang yang memiliki untaian AGACT. Begitu juga dengan urutan pengulangan yang bersifat unik. Pola STR ini diwariskan dari orangtua.
Dalam contoh ini adalah uji DNA untuk membuktikan apakah seorang anak benar-benar adalah anak kandung dari sepasang suami dan istri. Cara memeriksa uji DNA dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak. Selanjutnya, di laboratorium akan dianalisa urutan untaian STR ini apakah urutannya sama dengan seseorang yang dijadikan pola dari seorang anak. Urutan tidak hanya satu-satunya karena pemeriksaan dilanjutkan dengan melihat nomor kromosom.
Misalnya hasil pemeriksaan seorang anak ditemukan bahwa pada kromosom nomor 3 memiliki urutan AGACT dengan pengulangan 2 kali. Bila ayah atau ibu yang mengaku orangtua kandungnya juga memiliki pengulangan sama pada nomor kromosom yang sama, maka dapat disimpulkan antara 2 orang itu memiliki hubungan keluarga.
Seseorang dapat dikatakan memiliki hubungan darah jika memiliki 16 STR yang sama dengan keluarga kandungnya. Bila urutan dan pengulangan sama, maka kedua orang yang dicek memiliki ikatan saudara kandung atau hubungan darah yang dekat. Jumlah ini cukup kecil dibandingkan dengan keseluruhan ikatan spiral dalam tubuh kita yang berjumlah miliaran. Hasil uji DNA baru dapat dilihat hasilnya setelah lewat 2-4 minggu dari pemeriksaan. Biaya yang dibutuhkan untuk uji DNA sampai akhir 2013 sekitar Rp. 7.000.000,00 hingga Rp. 8.000.000,00.[19]
Bagian yang dapat diambil untuk dicek adalah darah, sperma, rambut, tulang, air liur, urine, dan jaringan tubuh lainnya.[20] Sampel ini tidak akan berubah seiring dengan bertambahnya usia. Makanan dan obat-obatan juga tidak akan mengubah susunan DNA. Susunan DNA seseorang akan tetap sama sejak dia diciptakan sampai dia wafat.[21]

E.                 Metode Penetapan Nasab dalam Islam

Penetapan nasab dalam Islam bisa ditempuh melalui beberapa cara:

1.    Al-Firasy

Rasulullah r bersabda,
اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ اَلْحَجَرِ.
"Anak adalah milik pemilik firasy (tempat tidur), dan bagi pezina adalah batu." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)[22]
Maksud dari al-firasy (pemilik tempat tidur) adalah suami atau tuan. Ketika seorang istri atau budak perempuan yang digauli tuannya melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan pada suami atau tuannya. Ibnu Daqiqil 'Id Rahimahullah bahkan berkata, "Hadits ini merupakan landasan bahwa nasab anak dihubungkan dengan ayahnya meski tidak menutup kemungkinan jika ia berasal dari hubungan badan yang haram."[23]

2.    Pengakuan

Maksud dari pengakuan yaitu seseorang mengaku sebagai ayah dari anak yang tidak diketahui nasabnya. Syarat dari pengakuan ini ada 5, yaitu:

a)    Anak yang diakui tidak diketahui nasabnya.

b)   Anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab dengan orang lain.

c)    Pengakuan tersebut adalah pengakuan yang masuk akal/logis. Misalnya dengan adanya kemiripan di antara keduanya.

d)   Yang diakui sebagai anak masih kecil. Adapun jika sudah baligh, maka pengakuan ini berlaku jika ia tidak memungkirinya.

e)    Orang yang mengaku sebagai ayah baligh lagi berakal.

Jika kelima syarat ini terpenuhi, maka anak yang sebelumnya tidak diketahui nasabnya secara syar'i dapat dinasabkan pada orang yang mengaku sebagai ayahnya karena Allah U memuliakan hubungan nasab.[24]

3.    Kesaksian

Perbedaan antara pengakuan dan kesaksian adalah bahwa dalam persaksian, seseorang yang mengaku sebagai ayah harus mendatangkan dua orang saksi. Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, "Yang ketiga adalah kesaksian. Kesaksian dua orang saksi yang bersaksi bahwa fulan adalah anak fulan, atau bahwa fulan lahir di firasy fulan. Jika sudah ada dua orang saksi, maka anak yang diakui nasabnya tidak dapat menolak karena kuatnya bukti. Nasabnya akan dinisbatkan pada orang yang mengaku sebagai ayahnya. Tidak ada perselisihan dalam permasalahan ini."[25]

4.    Al-Qiyafah

Al-Qiyafah adalah menentukan hubungan nasab dengan melihat hubungan keserupaan di antara dua orang ketika tidak ditemukan qarinah (alat bukti) lain untuk menentukan nasab, sebab kemungkinan besar anak serupa dengan ayahnya. Al-Qiyafah diumpamakan sebagai qiyas dalam bidang ilmu. Al-Qiyafah juga bermakna keadilan karena landasan syari'ah adalah keadilan.
Allah U berfirman,
  
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (Q.S. Al-Hadid: 25)
Dalam ayat lain Allah U berfirman,
  
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Q.S. Al-Baqarah: 286)[26]

5.    Al-Qur'ah

Seorang anak tidak boleh memiliki lebih dari satu nasab. Al-Qur'ah (undian) adalah cara terakhir untuk menentukan nasab ketika tidak ada bukti dan keterangan yang pasti mengenai nasab anak. Metode al-qur'ah (undian) hanya digunakan oleh madzhab azh-Zhahiriyah. Mereka menggunakan riwayat berikut sebagai landasan mereka.
Zaid bin Aqram meriwayatkan bahwa ketika Ali di Zaid bin Aqram meriwayatkan bahwa ketika Ali di Yaman, didatangkan kepada beliau seorang perempuan yang digauli oleh tiga orang pada satu masa suci. Ali bertanya kepada dua di antaranya,"Apakah kalian mengakui anak ini sebagai anak kalian?" Keduanya tidak mengakuinya. Kemudian keduanya ditanya lagi, "Apakah kalian mengakui anak ini sebagai anak kalian?" Keduanya tidak mengakuinya. Kemudian keduanya ditanya lagi sampai Ali risau. Akhirnya Ali mengundi ketiganya dan anak akan dinasabkan pada nama yang akan keluar dari undian tersebut. Orang yang memenangkan undian juga harus membayar 2/3 diyat. Ketika kisah ini diceritakan kepada Rasulullah r, beliau tertawa hingga gigi gerahamnya terlihat.[27]

F.                 Menetapkan Nasab Menggunakan Uji DNA

Menurut ulama-ulama kontemporer, uji DNA serupa dengan al-qiyafah.[28] Dalam seminar al-Munazhamah al-Islamiyah lil 'Ulum ath-Thibbiyah disebutkan bahwa uji DNA hampir tidak pernah salah dalam menentukan nasab biologis seseorang atau menetapkan pelaku tindak kriminal. Apalagi jika mengikuti prosedur syar'i di samping prosedur kedokteran. Berdasar pada keakuratannya, menurut kebanyakan fuqaha' uji DNA dapat menjadi qarinah kuat untuk menentukan pelaku tindak kriminal yang tidak ada hadnya. Uji DNA dapat dikategorikan sebagai pengembangan dari al-qiyafah yang menurut jumhur ulama dapat digunakan untuk menentukan nasab yang masih diperselisihkan. Berdasarkan keterangan yang ada, dalam seminar ini diputuskan bahwa uji DNA dapat digunakan untuk menghukumi segala sesuatu yang dapat dihukumi dengan al-qiyafah.[29]
Fatwa al-Majma' al-Fiqhi al-Islami di bawah naungan Rabithah al-'Alam al-Islami, pada muktamar ke-16 yang bertempat di Mekkah dan berlangsung pada 21-26 Syawal 1422 H/5-10 Januari 2002 M memutuskan fatwa mengenai uji DNA, yaitu:
1.    Uji DNA boleh digunakan untuk menentukan pelaku tindak kriminal. Dalam hal ini uji DNA hanya digunakan dalam tindak kejahatan kriminal yang tidak ada had syar'i-nya, juga tidak ada qishashnya. Ketetapan ini berdasarkan sabda Rasul r,
ادْرَؤوا الحُدُودَ بالشُّبُهاتِ.
”Tolaklah hukuman had karena masalahnya masih samar."[30]
Penggunaan uji DNA dalam permasalahan ini bertujuan untuk merealisasikan keadilan dan keamanan dalam masyarakat. Dengan pelaksanaan uji DNA hukuman dapat dijatuhkan pada orang yang tepat.
2.    Uji DNA dalam permasalahan yang berhubungan dengan nasab harus dilakukan dengan kehati-hatian penuh. Uji DNA adalah jalan terakhir. Nash dan kaidah syar'i tetap harus didahulukan dari uji DNA.
3.    Secara syar'i, menggunakan uji DNA untuk nafyun nasab (meniadakan nasab) tidak diperbolehkan. Uji DNA juga tidak boleh didahulukan dari li'an.
4.    Penggunaan uji DNA untuk menguatkan nasab yang sudah sah secara syar'i tidak diperbolehkan.
5.    Menetapkan nasab menggunakan uji DNA hanya diperbolehkan pada keadaan berikut:
a)        Ketika terjadi persengketaan atas nasab seorang anak yang tidak diketahui nasabnya. Persengketaan ini dapat muncul karena tidak adanya bukti yang jelas mengenai nasab anak, ketika bukti yang digunakan oleh orang yang bersengketa sama kuatnya, ketika terjadi wath'u syubhat, atau yang semisalnya.
b)        Ketika muncul kesamaran mengenai nasab anak-anak yang lahir di rumah sakit dan yang semisalnya serta ketika ada kesamaran nasab pada bayi tabung.
c)        Menentukan nasab anak-anak 'hilang' yang terpisah dari keluarganya ketika terjadi bencana alam atau peperangan.
6.    Dilarang memberikan secara cuma-cuma atau memperjualbelikan genom[31] manusia kepada siapa pun dengan tujuan apa pun.
7.    Al-Majma' al-Fiqhi al-Islami menasehatkan:
a)        Negara tidak diperbolehkan melaksanakan uji DNA kecuali atas permintaan dari pengadilan. Pelaksanaannya juga hanya untuk perkara tertentu. Pelaksaan uji DNA demi keuntungan individu juga dilarang.
b)        Setiap negara hendaknya membentuk dewan khusus pelaksana uji DNA yang terdiri dari ulama, dokter, dan pengawas yang nantinya akan mengawasi jalannya uji DNA sehingga hasil uji DNA dapat dijadikan hujjah.
c)        Harus ada pengambilan sumpah atau peraturan ketat agar tidak terjadi plagiat dan kecurangan sehingga hasil uji DNA yang dilaporkan benar-benar sesuai dengan hasil aslinya. Pengambilan sampel juga tidak boleh berlebihan agar tidak muncul keragu-raguan.[32]
Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia pada pertemuan ke-101 yang bertepatan pada 27 September 2012 juga memutuskan bahwa uji DNA hanya dapat digunakan untuk menetapkan nasab, tidak untuk nafyun nasab. Fatwa ini merujuk pada fatwa al-Majma' al-Fiqh al-Islami.[33]

G.                Kesimpulan

Uji DNA merupakan suatu teknik biologi molecular yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA-nya. Tingkat keakuratan uji DNA mencapai 99,9%. Hasil uji DNA dapat digunakan untuk menetapkan nasab karena serupa dengan al-qiyafah, bahkan hasil uji DNA dapat dikatakan lebih akurat.
Wallahu A'lam bish Shawab.


DAFTAR PUSTAKA
Abadi, al-Fairuz, al-Qamus al-Muhith. Beirut: Darul Kutub al-'ilmiyah, 1434 H/2013 M.
Al-Andalusi, Ibnu Hazm, al-Muhalla bil Atsar. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1425 H/2003 M.
Al-Bukhari, al-Jami' al-Musnad ash-Shahih min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa Ayyamihi. Dar Thauqin Najah, 1422 H.
Al-Bukhari, Abu Muhammad Abdullah al-Haritsi, Musnad al-Imam al-A'zham Abi Hanifah an-Nu'man bin Tsabit al-Kufi. Mekah: al-Maktabah al-Imdadiyah, 1431 H/2010 M.
Al-Harani, Taqiyudin Ahmad bin Taimiyah, Majmu'ah al-Fatawa. Al-Maktabah at-Taufiqiyah.
Al-Khathib, Yasin bin Nashir, al-Bashmah al-Waratsiyah Mafhumuha wa Hujiyyatuha wa Majalatul Istifadati Minha wal Halat Allati Yumna'u 'Amaluha Fiha wal I'tiradhat al-Waridah 'Alaiha, pdf.
Anis, Ibrahim dkk, al-Mu'jam al-Wasith.
An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj, al-Jami' ash-Shahih al-Musama Shahih Muslim. Beirut: Darul Jail dan Darul Afaq al-Jadidah.
Asy-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushulisy Syari'ah. Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1425 H/2003 M.
As-Suwailim, Bandar bin Fahd, al-Bashmah al-Waratsiyah wa Atsaruha fin Nasab, pdf.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu, Taisirul 'Allam Syarh 'Umdatil Ahkam. Riyadh: Darul Mughni, 1427 H/2007 M.
Dewiki, Santi, dan Sri Yuniati Putri Koes Hardini, Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.
Hania , Mazen Ismail, dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab fil Fiqhil Islami wa Daurul Haqa'iq al-Mu'ashirah fihi. Gaza: al-Jami'ah al-Islamiyah, 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Genom, diakses pada 20 November 2014 pukul 11.00 WIB.
http://www.islamtoday.net/bohooth/artshow-32-4627.htm, diakses pada 19 November 2014 pukul 23.07 WIB.
Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, Fatwa Isu-Isu Munakahat. Putrajaya, Malaysia: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia Bahagian Pembangunan Keluarga, Sosial, dan Komuniti, 2013.
Qasim, Abdur Rasyid Muhammad Amin, al-Bashmah al-Waratsiyah wa Hujiyyatuha, pdf.
Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh, Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli terj: Hamim Thohari dkk. Jakarta: al-I'tisham Cahaya Umat, 2008 M.



[1] Asy-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushulisy Syari'ah (Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1425 H/2003 M), hal: 222.
[2] Idem, hal: 221.
[3] Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli terj: Hamim Thohari dkk, (Jakarta: al-I'tisham Cahaya Umat, 2008 M), hal: 5.
[4] Idem, hal: 106.
[5] Mazen Ismail Hania dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab fil Fiqhil Islami wa Daurul Haqa'iq al-Mu'ashirah fihi (Gaza: al-Jami'ah al-Islamiyah, 2008), hal: 5-6.
[6] Dalam pembahasan selanjutnya, istilah Deoxyrebose Nucleic Acid akan disebut dengan DNA.
[7] Dalam al-Mu'jam al-Wasith disebut dengan al-bashmu, sedangkan dalam al-Qamus al-Muhith disebut dengan al-bushmu.
[8] Ibrahim Anis dkk, al-Mu'jam al-Wasith hal: 80 dan al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith (Beirut: Darul Kutub al-'ilmiyah, 1434 H/2013 M), hal: 1092.
[9] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah Mafhumuha wa Hujiyyatuha wa Majalatul Istifadati Minha wal Halat Allati Yumna'u 'Amaluha Fiha wal I'tiradhat al-Waridah 'Alaiha, pdf, hal: 170.
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
[11]http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB dan http://www.ut.ac.id/html/suplemen/biol4219/biol4219a/genetika_molekuler/genetika_molekuler.htm, diakses pada 11 November 2014 pukul 20.17 WIB.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
[13] Santi Dewiki dan Sri Yuniati Putri Koes Hardini, Ilmu Alamiah Dasar (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), modul 1, hal: 31.
[14] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 173.
[15] Bandar bin Fahd as-Suwailim, al-Bashmah al-Waratsiyah wa Atsaruha fin Nasab, pdf, hal: 92.
[16] http://id.wikipedia.org/wiki/Pengujian_DNA, diakses pada 3 November 2014 pukul 11.36 WIB.
[17] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 170 dan Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah wa Hujiyyatuha, pdf, hal: 54.
[18] Mazen Ismail Hania dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab…, hal: 15, Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 171, dan Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 55.
[20] Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 53 dan Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 194-195.
[21] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 171.
[22] Al-Bukhari, al-Jami' al-Musnad ash-Shahih min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa Ayyamihi (Dar Thauqin Najah, 1422 H), no: 2053, bab: al-Halalu Bayyinun wal Haramu Bayyinun wa Bainahuma Musyabahhat, juz: 3, hal: 54 dan Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, al-Jami'=                 = ash-Shahih Al-Musama Shahih Muslim (Beirut: Darul Jail dan Darul Afaq Al-Jadidah), no: 3686, bab: Al-Waladu lil Firasy wa Tawaqisy Syubuhat, juz: 4, hal: 171.
[23] Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Bassam, Taisirul 'Allam Syarh 'Umdatil Ahkam (Riyadh: Darul Mughni, 1427 H/2007 M), hal: 883.
[24] Bandar bin Fahd as-Suwailim, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 98.
[25] Idem, hal: 99.
[26] Taqiyudin Ahmad bin Taimiyah al-Harani, Majmu'ah al-Fatawa (al-Maktabah at-Taufiqiyah), juz: 20, hal: 351.
[27] Ibnu Hazm al-Andalusi, al-Muhalla bil Atsar (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1425 H/2003 M), juz: 9, hal: 341.
[28] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 200.
[29] Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal: 60.
[30] Abu Muhammad al-Haritsi al-Bukhari, Musnad al-Imam al-A'zham Abi Hanifah an-Nu'man bin Tsabit al-Kufi (Mekah: al-Maktabah al-Imdadiyah, 1431 H/2010 M), hadits no: 127, bab: Ma Asnadahul Imam Abu Hanifah 'an Muqsim Maula Ibnu Abbas, juz: 1, hal: 184.
[31] Keseluruhan informasi genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme, atau khususnya keseluruhan asam nukleat yang memuat informasi tersebut. Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Genom, diakses pada 20 November 2014 pukul 11.00 WIB.
[32] http://www.islamtoday.net/bohooth/artshow-32-4627.htm, diakses pada 19 November 2014 pukul 23.07 WIB.
[33] Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, Fatwa Isu-Isu Munakahat (Putrajaya, Malaysia: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia Bahagian Pembangunan Keluarga, Sosial, dan Komuniti, 2013), hal: 9. 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Najma Mujaddid
Blogger Theme by BloggerThemes | Theme designed by Jakothan Sponsored by Internet Entrepreneur