A.
Pendahuluan
Persoalan
nasab dan keturunan adalah persoalan yang sangat penting dalam Islam. Begitu
pentingnya persoalan ini sehingga ia masuk dalam salah satu dari adh-dharuriyat
khamsah (lima kebutuhan asasi yang harus dijaga dalam Islam) yaitu hifzhunnasl
(menjaga keturunan).[1]
Dalam al-Qur'an telah banyak dijelaskan perintah untuk menjaga anak dan
keturunan ini.
Imam
asy-Syathibi Rahimahullah mendefinisikan perkara dharuriyat sebagai
landasan pokok untuk menegakkan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di
akhirat. Jika perkara dharuriyat ini diabaikan, maka akan timbul
kerusakan di muka bumi serta kerugian yang nyata di akhirat kelak.[2]
Islam
mengatur hubungan antara seseorang dengan keturunannya dalam soal pewarisan,
perwalian, dan lain sebagainya. Tanggung jawab pendidikan pendidikan anak juga
menjadi ajaran pokok dalam Islam.[3] Begitu pula tanggung jawab bakti anak kepada orangtuanya.[4]
Untuk
menjaga persoalan nasab dan keturunan, Islam telah menetapkan beberapa pedoman.
Dimulai dari mengharamkan zina dan memberi hukuman berat bagi para pelakunya,
mengharamkan tabanni (menasabkan anak angkat pada dirinya), melarang
pengingkaran nasab anak sendiri, dan larangan menasabkan diri pada selain
ayahnya. Semua ini menunjukkan betapa pentingnya nasab dalam Islam.[5]
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukan cara baru untuk menetapkan
keturunan yang banyak dibahas dalam ilmu genetika. Dengan cara ini akan semakin
mudah dalam menetapkan keturunan, namun tidak serta merta hal ini bisa langsung
diterima. Ada bab fiqih yang mengatur persoalan ini.
B.
Mengenal DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)
DNA (Deoxyrebose Nucleic Acid)[6]
dalam bahasa Arab disebut dengan al-bashmah al-waratsiyah. Kata al-bashmah
sendiri berasal dari akar kata bashama-yabshimu-bashman yang
mengikuti wazan fa'ala-yaf'ilu-fa'lan yang berarti tanda di ujung jari. Al-Bashmu
atau al-bushmu[7]
adalah sela di antara jari manis dan jari kelingking.[8]
Jika kata al-bashmah dimuthlakkan, maka yang dimaksud adalah bashmatul
ashabi' (sidik jari) atau al-bashmah al-waratsiyah (DNA). [9]
DNA
adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat
kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik.
Artinya DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum
bagi setiap organisme.
DNA merupakan polimer yang terdiri
dari tiga komponen utama:
1.
gugus
fosfat
2.
gula
deoksiribosa
3.
basa
nitrogen, yang terdiri dari:
a)
Adenina
(A)
b)
Guanina
(G)
c)
Sitosina
(C)
d)
Timina
(T)
Sebuah unit minomer DNA yang terdiri dari
ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida sehingga DNA tergolong
polinukleotida.
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss
Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman yang menamainya nuklein berdasarkan lokasinya
di dalam inti sel. Namun, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru
dimulai pada awal abad 20 bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika
Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai
pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut.
Dua
eksperimen pada dekade 40-an membuktian fungsi DNA sebagai materi genetik.
Dalam penelitian oleh Avery dan rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang
satu gagal men-transform sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak
dibiarkan utuh. Eksperimen yang dilakukan Hershey dan Chase membuktikan hal
yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif.
Misteri
yang belum terpecahkan ketika itu adalah bagaimanakah stuktur DNA sehingga ia
mampu bertugas sebagai materi genetik. Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick
dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar X pada DNA oleh
Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin.
Pada
tahun 1953, James Watson dan Francis Crick mendefinisikan DNA sebagai polimer
yang terdiri 4 basa dari asam nukleat, dua dari kelompok Purina: adenine dan
guanine; dan dua lainnya dari kelompok pirimidina: sitosina dan timina. Keempat
nukleobasa tersebut terhubung dengan gluick kosa fosfat.
Maurice
Wilkins dan Rosalind Franklin menemukan bahwa molekul DNA berbentuk heliks yang
berputar setiap 3,4 nm, sedangkan jarak antar molekul nukleobasa adalah 0,34
nm, hingga dapat ditentukan bahwa diameter heliks DNA sekitar 2 nm. Baru
diketahui bahwa DNA terdiri bukan dari 1 rantai, melainkan 2 rantai heliks.
Crick,
Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel kedokteran pada 1962 atas penemuan
ini. Franklin, karena sudah wafat pada waktu itu, tidak dapat dianugerahi
hadiah ini.
Konfirmasi
akhir mekanisme replikasi DNA dilakukan lewat percobaan Meselson-Stahl yang
dilakukan pada tahun 1958.[10]
C.
Replikasi DNA
Replikasi
merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi diperlukan ketika sel
akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus
disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik
yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri
dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjungat" dari
rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan suatu rantai,
maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk.[11]
Proses
replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis
rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan
pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah
kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.[12]
Molekul-molekul
DNA di tubuh kita tersusun dalam paket-paket yang disebut kromosom. Setiap manusia
memiliki 23 pasang kromosom dan ada sepasang kromosom yang tidak homolog.
Kromosom yang besar disebut X dan yang kecil Y.[13] Kromosom berasal dari orangtua, separuh dari ayah separuh dari
ibu.[14] Kromosom-kromosom inilah yang bertugas mewariskan sifat.[15]
D.
Mekanisme Uji DNA
Metode
pengujian DNA pertama kali dilaporkan pada publikasi 1984 oleh Sir Alec
Jeffreys dari Universitas Leicester, Inggris. Konon penemuannya terjadi secara
kebetulan. Teknik ini dikomersialkan pada tahun 1987 ketika ICI membuka pusat
pengujian DNA di Inggris.
Pengujian
DNA sendiri adalah suatu teknik biologi molecular yang dipakai untuk
kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA-nya.
Teknik ini dikenal pula sebagai penyidikan DNA, penyidikjarian genetik (genetik
fingerprinting, sering disebut sebagai sidik jari DNA), DNA profiling, atau
semacamnya.[16] Tingkat keakuratannya mencapai 99,9% karena tidak ada seorang pun
–keculi kembar identik- yang memiliki DNA sama.[17]
Selain
untuk menentukan pelaku suatu tindak kriminal, uji DNA dapat digunakan untuk
menetapkan nasab sekaligus menolaknya.[18] DNA yang digunakan untuk menentukan nasab diambil dari kromosom
somatic. Ikatan DNA pada bagian somatic hampir sama pada setiap orang karena
berfungsi membentuk fungsi dan organ tubuh. Kesalahan urutan dapat menyebabkan
gangguan pada manusia yang bersangkutan. Pada inti sel ini terdapat pula area
yang dikenal sebagai area STR (Short Tandem Repeats). Area ini tidak
memberi kode untuk melakukan sesuatu.
STR
inilah yang bersifat unik karena berbeda pada setiap orang. Perbedaannya
terletak pada urutan pasang basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan STR.
Urutan AGACC akan berbeda dengan seseorang yang memiliki untaian AGACT. Begitu
juga dengan urutan pengulangan yang bersifat unik. Pola STR ini diwariskan dari
orangtua.
Dalam
contoh ini adalah uji DNA untuk membuktikan apakah seorang anak benar-benar
adalah anak kandung dari sepasang suami dan istri. Cara memeriksa uji DNA
dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak. Selanjutnya, di laboratorium
akan dianalisa urutan untaian STR ini apakah urutannya sama dengan seseorang
yang dijadikan pola dari seorang anak. Urutan tidak hanya satu-satunya karena
pemeriksaan dilanjutkan dengan melihat nomor kromosom.
Misalnya
hasil pemeriksaan seorang anak ditemukan bahwa pada kromosom nomor 3 memiliki
urutan AGACT dengan pengulangan 2 kali. Bila ayah atau ibu yang mengaku
orangtua kandungnya juga memiliki pengulangan sama pada nomor kromosom yang
sama, maka dapat disimpulkan antara 2 orang itu memiliki hubungan keluarga.
Seseorang
dapat dikatakan memiliki hubungan darah jika memiliki 16 STR yang sama dengan
keluarga kandungnya. Bila urutan dan pengulangan sama, maka kedua orang yang
dicek memiliki ikatan saudara kandung atau hubungan darah yang dekat. Jumlah
ini cukup kecil dibandingkan dengan keseluruhan ikatan spiral dalam tubuh kita
yang berjumlah miliaran. Hasil uji DNA baru dapat dilihat hasilnya setelah
lewat 2-4 minggu dari pemeriksaan. Biaya yang dibutuhkan untuk uji DNA sampai
akhir 2013 sekitar Rp. 7.000.000,00 hingga Rp. 8.000.000,00.[19]
Bagian
yang dapat diambil untuk dicek adalah darah, sperma, rambut, tulang, air liur,
urine, dan jaringan tubuh lainnya.[20] Sampel ini tidak akan berubah seiring dengan bertambahnya usia. Makanan
dan obat-obatan juga tidak akan mengubah susunan DNA. Susunan DNA seseorang
akan tetap sama sejak dia diciptakan sampai dia wafat.[21]
E.
Metode Penetapan Nasab dalam
Islam
Penetapan nasab
dalam Islam bisa ditempuh melalui beberapa cara:
1. Al-Firasy
Rasulullah r bersabda,
اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ
اَلْحَجَرِ.
"Anak adalah
milik pemilik firasy (tempat tidur), dan bagi pezina adalah batu." (H.R.
Al-Bukhari dan Muslim)[22]
Maksud dari al-firasy (pemilik
tempat tidur) adalah suami atau tuan. Ketika seorang istri atau budak perempuan
yang digauli tuannya melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan pada suami
atau tuannya. Ibnu Daqiqil 'Id Rahimahullah bahkan berkata, "Hadits
ini merupakan landasan bahwa nasab anak dihubungkan dengan ayahnya meski tidak
menutup kemungkinan jika ia berasal dari hubungan badan yang haram."[23]
2. Pengakuan
Maksud
dari pengakuan yaitu seseorang mengaku sebagai ayah dari anak yang tidak
diketahui nasabnya. Syarat dari pengakuan ini ada 5, yaitu:
a) Anak yang diakui tidak diketahui nasabnya.
b) Anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab dengan
orang lain.
c) Pengakuan tersebut adalah pengakuan yang masuk
akal/logis. Misalnya dengan adanya kemiripan di antara keduanya.
d) Yang diakui sebagai anak masih kecil. Adapun jika sudah
baligh, maka pengakuan ini berlaku jika ia tidak memungkirinya.
e) Orang yang mengaku sebagai ayah baligh lagi berakal.
Jika kelima
syarat ini terpenuhi, maka anak yang sebelumnya tidak diketahui nasabnya secara
syar'i dapat dinasabkan pada orang yang mengaku sebagai ayahnya karena Allah U memuliakan hubungan nasab.[24]
3. Kesaksian
Perbedaan
antara pengakuan dan kesaksian adalah bahwa dalam persaksian, seseorang yang
mengaku sebagai ayah harus mendatangkan dua orang saksi. Ibnul Qayyim Rahimahullah
berkata, "Yang ketiga adalah kesaksian. Kesaksian dua orang saksi yang
bersaksi bahwa fulan adalah anak fulan, atau bahwa fulan lahir di firasy fulan.
Jika sudah ada dua orang saksi, maka anak yang diakui nasabnya tidak dapat
menolak karena kuatnya bukti. Nasabnya akan dinisbatkan pada orang yang mengaku
sebagai ayahnya. Tidak ada perselisihan dalam permasalahan ini."[25]
4. Al-Qiyafah
Al-Qiyafah
adalah menentukan hubungan nasab dengan melihat hubungan keserupaan
di antara dua orang ketika tidak ditemukan qarinah (alat bukti) lain
untuk menentukan nasab, sebab kemungkinan besar anak serupa dengan ayahnya. Al-Qiyafah
diumpamakan sebagai qiyas dalam bidang ilmu. Al-Qiyafah juga
bermakna keadilan karena landasan syari'ah adalah keadilan.
Allah
U berfirman,
"Sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan." (Q.S.
Al-Hadid: 25)
Dalam ayat lain Allah U berfirman,
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Q.S. Al-Baqarah: 286)[26]
5. Al-Qur'ah
Seorang
anak tidak boleh memiliki lebih dari satu nasab. Al-Qur'ah (undian) adalah
cara terakhir untuk menentukan nasab ketika tidak ada bukti dan keterangan yang
pasti mengenai nasab anak. Metode al-qur'ah (undian) hanya digunakan
oleh madzhab azh-Zhahiriyah. Mereka menggunakan riwayat berikut sebagai
landasan mereka.
Zaid
bin Aqram meriwayatkan bahwa ketika Ali di Zaid bin Aqram meriwayatkan bahwa
ketika Ali di Yaman, didatangkan kepada beliau seorang perempuan yang digauli
oleh tiga orang pada satu masa suci. Ali bertanya kepada dua di
antaranya,"Apakah kalian mengakui anak ini sebagai anak kalian?"
Keduanya tidak mengakuinya. Kemudian keduanya ditanya lagi, "Apakah kalian
mengakui anak ini sebagai anak kalian?" Keduanya tidak mengakuinya.
Kemudian keduanya ditanya lagi sampai Ali risau. Akhirnya Ali mengundi
ketiganya dan anak akan dinasabkan pada nama yang akan keluar dari undian
tersebut. Orang yang memenangkan undian juga harus membayar 2/3 diyat. Ketika
kisah ini diceritakan kepada Rasulullah r, beliau tertawa hingga gigi gerahamnya terlihat.[27]
F.
Menetapkan Nasab Menggunakan
Uji DNA
Menurut
ulama-ulama kontemporer, uji DNA serupa dengan al-qiyafah.[28] Dalam seminar
al-Munazhamah al-Islamiyah lil 'Ulum ath-Thibbiyah disebutkan bahwa uji DNA
hampir tidak pernah salah dalam menentukan nasab biologis seseorang atau
menetapkan pelaku tindak kriminal. Apalagi jika mengikuti prosedur
syar'i di samping prosedur kedokteran. Berdasar pada keakuratannya, menurut kebanyakan
fuqaha' uji DNA dapat menjadi qarinah kuat untuk menentukan pelaku
tindak kriminal yang tidak ada hadnya. Uji DNA dapat dikategorikan sebagai
pengembangan dari al-qiyafah yang menurut jumhur ulama dapat digunakan
untuk menentukan nasab yang masih diperselisihkan. Berdasarkan keterangan yang
ada, dalam seminar ini diputuskan bahwa uji DNA dapat digunakan untuk
menghukumi segala sesuatu yang dapat dihukumi dengan al-qiyafah.[29]
Fatwa
al-Majma' al-Fiqhi al-Islami di bawah naungan Rabithah al-'Alam al-Islami, pada
muktamar ke-16 yang bertempat di Mekkah dan berlangsung pada 21-26 Syawal 1422
H/5-10 Januari 2002 M memutuskan fatwa mengenai uji DNA, yaitu:
1.
Uji DNA
boleh digunakan untuk menentukan pelaku tindak kriminal. Dalam hal ini uji DNA
hanya digunakan dalam tindak kejahatan kriminal yang tidak ada had syar'i-nya,
juga tidak ada qishashnya. Ketetapan ini berdasarkan sabda Rasul r,
ادْرَؤوا الحُدُودَ
بالشُّبُهاتِ.
Penggunaan
uji DNA dalam permasalahan ini bertujuan untuk merealisasikan keadilan dan
keamanan dalam masyarakat. Dengan pelaksanaan uji DNA hukuman dapat dijatuhkan
pada orang yang tepat.
2.
Uji
DNA dalam permasalahan yang berhubungan dengan nasab harus dilakukan dengan
kehati-hatian penuh. Uji DNA adalah jalan terakhir. Nash dan kaidah syar'i
tetap harus didahulukan dari uji DNA.
3.
Secara
syar'i, menggunakan uji DNA untuk nafyun nasab (meniadakan nasab) tidak
diperbolehkan. Uji DNA juga tidak boleh didahulukan dari li'an.
4.
Penggunaan
uji DNA untuk menguatkan nasab yang sudah sah secara syar'i tidak
diperbolehkan.
5.
Menetapkan
nasab menggunakan uji DNA hanya diperbolehkan pada keadaan berikut:
a)
Ketika
terjadi persengketaan atas nasab seorang anak yang tidak diketahui nasabnya.
Persengketaan ini dapat muncul karena tidak adanya bukti yang jelas mengenai
nasab anak, ketika bukti yang digunakan oleh orang yang bersengketa sama
kuatnya, ketika terjadi wath'u syubhat, atau yang semisalnya.
b)
Ketika
muncul kesamaran mengenai nasab anak-anak yang lahir di rumah sakit dan yang
semisalnya serta ketika ada kesamaran nasab pada bayi tabung.
c)
Menentukan
nasab anak-anak 'hilang' yang terpisah dari keluarganya ketika terjadi bencana
alam atau peperangan.
6.
Dilarang
memberikan secara cuma-cuma atau memperjualbelikan genom[31] manusia kepada siapa pun dengan tujuan apa pun.
7.
Al-Majma'
al-Fiqhi al-Islami menasehatkan:
a)
Negara
tidak diperbolehkan melaksanakan uji DNA kecuali atas permintaan dari
pengadilan. Pelaksanaannya juga hanya untuk perkara tertentu. Pelaksaan uji DNA
demi keuntungan individu juga dilarang.
b)
Setiap
negara hendaknya membentuk dewan khusus pelaksana uji DNA yang terdiri dari ulama,
dokter, dan pengawas yang nantinya akan mengawasi jalannya uji DNA sehingga
hasil uji DNA dapat dijadikan hujjah.
c)
Harus
ada pengambilan sumpah atau peraturan ketat agar tidak terjadi plagiat dan
kecurangan sehingga hasil uji DNA yang dilaporkan benar-benar sesuai dengan hasil
aslinya. Pengambilan sampel juga tidak boleh berlebihan agar tidak muncul
keragu-raguan.[32]
Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam
Malaysia pada pertemuan ke-101 yang bertepatan pada 27 September 2012 juga
memutuskan bahwa uji DNA hanya dapat digunakan untuk menetapkan nasab, tidak
untuk nafyun nasab. Fatwa ini merujuk pada fatwa al-Majma' al-Fiqh al-Islami.[33]
G.
Kesimpulan
Uji
DNA merupakan suatu teknik biologi molecular yang dipakai untuk kepentingan
pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA-nya. Tingkat
keakuratan uji DNA mencapai 99,9%. Hasil uji DNA dapat digunakan untuk
menetapkan nasab karena serupa dengan al-qiyafah, bahkan hasil uji DNA
dapat dikatakan lebih akurat.
Wallahu
A'lam bish Shawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Abadi, al-Fairuz, al-Qamus al-Muhith. Beirut: Darul Kutub al-'ilmiyah,
1434 H/2013 M.
Al-Andalusi, Ibnu Hazm, al-Muhalla bil Atsar. Beirut: Darul Kutub
al-Ilmiyah, 1425 H/2003 M.
Al-Bukhari, al-Jami' al-Musnad ash-Shahih min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa Ayyamihi. Dar
Thauqin Najah, 1422 H.
Al-Bukhari, Abu Muhammad Abdullah al-Haritsi, Musnad al-Imam
al-A'zham Abi Hanifah an-Nu'man bin Tsabit al-Kufi. Mekah: al-Maktabah al-Imdadiyah,
1431 H/2010 M.
Al-Harani, Taqiyudin Ahmad bin Taimiyah, Majmu'ah al-Fatawa. Al-Maktabah
at-Taufiqiyah.
Al-Khathib, Yasin bin Nashir, al-Bashmah al-Waratsiyah Mafhumuha
wa Hujiyyatuha wa Majalatul Istifadati Minha wal Halat Allati Yumna'u 'Amaluha
Fiha wal I'tiradhat al-Waridah 'Alaiha, pdf.
Anis, Ibrahim dkk, al-Mu'jam al-Wasith.
An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj, al-Jami' ash-Shahih al-Musama
Shahih Muslim. Beirut: Darul Jail dan Darul Afaq al-Jadidah.
Asy-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushulisy Syari'ah. Beirut:
Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1425 H/2003 M.
As-Suwailim, Bandar bin Fahd, al-Bashmah al-Waratsiyah wa
Atsaruha fin Nasab, pdf.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu, Taisirul 'Allam
Syarh 'Umdatil Ahkam. Riyadh: Darul Mughni, 1427 H/2007 M.
Dewiki, Santi, dan Sri Yuniati Putri Koes Hardini, Ilmu Alamiah
Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.
Hania , Mazen Ismail, dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab
fil Fiqhil Islami wa Daurul Haqa'iq al-Mu'ashirah fihi. Gaza: al-Jami'ah al-Islamiyah,
2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat,
diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Genom, diakses pada
20 November 2014 pukul 11.00 WIB.
http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/240-tes-dna-akurat-dapat-dipercaya.html,
diakses pada 12 November 2014 pukul 22.23 WIB.
http://www.islamtoday.net/bohooth/artshow-32-4627.htm,
diakses pada 19 November 2014 pukul 23.07 WIB.
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/biol4219/biol4219a/genetika_molekuler/genetika_molekuler.htm,
diakses pada 11 November 2014 pukul 20.17 WIB.
Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, Fatwa
Isu-Isu Munakahat. Putrajaya, Malaysia: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
Bahagian Pembangunan Keluarga, Sosial, dan Komuniti, 2013.
Qasim, Abdur Rasyid Muhammad Amin, al-Bashmah al-Waratsiyah wa
Hujiyyatuha, pdf.
Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh, Manhaj Tarbiyah Nabawiyah
Lith Thifli terj: Hamim Thohari dkk. Jakarta: al-I'tisham Cahaya Umat, 2008
M.
[1] Asy-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushulisy Syari'ah (Beirut:
Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1425 H/2003 M), hal: 222.
[3] Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Manhaj Tarbiyah Nabawiyah
Lith Thifli terj: Hamim Thohari dkk, (Jakarta: al-I'tisham Cahaya Umat,
2008 M), hal: 5.
[5] Mazen Ismail Hania dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab fil Fiqhil
Islami wa Daurul Haqa'iq al-Mu'ashirah fihi (Gaza: al-Jami'ah al-Islamiyah,
2008), hal: 5-6.
[7] Dalam al-Mu'jam
al-Wasith disebut dengan al-bashmu, sedangkan dalam al-Qamus al-Muhith
disebut dengan al-bushmu.
[8] Ibrahim Anis dkk, al-Mu'jam al-Wasith hal: 80 dan al-Fairuz
Abadi, al-Qamus al-Muhith (Beirut: Darul Kutub al-'ilmiyah, 1434 H/2013
M), hal: 1092.
[9] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah Mafhumuha
wa Hujiyyatuha wa Majalatul Istifadati Minha wal Halat Allati Yumna'u 'Amaluha
Fiha wal I'tiradhat al-Waridah 'Alaiha, pdf, hal: 170.
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses
pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
[11]http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat,
diakses pada 1 November 2014 pukul 23.23 WIB dan http://www.ut.ac.id/html/suplemen/biol4219/biol4219a/genetika_molekuler/genetika_molekuler.htm,
diakses pada 11 November 2014 pukul 20.17 WIB.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, diakses pada
1 November 2014 pukul 23.23 WIB.
[13] Santi Dewiki dan Sri Yuniati Putri Koes Hardini, Ilmu Alamiah
Dasar (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), modul 1, hal: 31.
[17] Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal:
170 dan Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah wa
Hujiyyatuha, pdf, hal: 54.
[18] Mazen Ismail Hania dan Ahmad Dziyab Suwaidih, Nafyun Nasab…,
hal: 15, Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal:
171, dan Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah…,
hal: 55.
[19]http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/240-tes-dna-akurat-dapat-dipercaya.html,
diakses pada 12 November 2014 pukul 22.23 WIB.
[20] Abdur Rasyid Muhammad Amin Qasim, al-Bashmah al-Waratsiyah…,
hal: 53 dan Yasin bin Nashir al-Khathib, al-Bashmah al-Waratsiyah…, hal:
194-195.
[22] Al-Bukhari, al-Jami' al-Musnad ash-Shahih min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa
Ayyamihi (Dar Thauqin Najah, 1422 H), no: 2053, bab: al-Halalu Bayyinun
wal Haramu Bayyinun wa Bainahuma Musyabahhat, juz: 3, hal: 54 dan Muslim
bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, al-Jami'= = ash-Shahih Al-Musama Shahih
Muslim (Beirut: Darul Jail dan Darul Afaq Al-Jadidah), no: 3686, bab: Al-Waladu
lil Firasy wa Tawaqisy Syubuhat, juz: 4, hal: 171.
[23] Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Bassam, Taisirul 'Allam
Syarh 'Umdatil Ahkam (Riyadh: Darul Mughni, 1427 H/2007 M), hal: 883.
[26] Taqiyudin Ahmad bin Taimiyah al-Harani, Majmu'ah al-Fatawa (al-Maktabah
at-Taufiqiyah), juz: 20, hal: 351.
[27] Ibnu Hazm al-Andalusi, al-Muhalla bil Atsar (Beirut: Darul
Kutub al-Ilmiyah, 1425 H/2003 M), juz: 9, hal: 341.
[30] Abu Muhammad al-Haritsi al-Bukhari, Musnad al-Imam al-A'zham Abi
Hanifah an-Nu'man bin Tsabit al-Kufi (Mekah: al-Maktabah al-Imdadiyah, 1431
H/2010 M), hadits no: 127, bab: Ma Asnadahul Imam Abu Hanifah 'an Muqsim
Maula Ibnu Abbas, juz: 1, hal: 184.
[31] Keseluruhan informasi
genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme, atau khususnya keseluruhan asam
nukleat yang memuat
informasi tersebut. Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Genom,
diakses pada 20 November 2014 pukul 11.00 WIB.
[32] http://www.islamtoday.net/bohooth/artshow-32-4627.htm,
diakses pada 19 November 2014 pukul 23.07 WIB.
[33] Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia, Fatwa
Isu-Isu Munakahat (Putrajaya, Malaysia: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
Bahagian Pembangunan Keluarga, Sosial, dan Komuniti, 2013), hal: 9.
0 komentar:
Posting Komentar